Assalamualaikum :)
Ehem... file ini sudah dari sekitar sebulan yang lalu saya download, tapi baru hari ini saya membacanya. Hehe. Bukan karena sibuk dan tidak punya waktu, tapi memang dasar sayanya yang pemalas. Okee jangan ditiru.
Ada artikel yang menarik dan membangkitkan minat baca saya di koran CAK ini, judulnya “Mengapa Yahudi 'Berprestasi'?”. Hanya ingin membangkitkan minat baca teman-teman juga nih, makanya saya share disini. Kalau ada yang minat untuk men-downloadnya, saya lupa link-nya. Hehe. Komen saja yaa, nanti insya Allah saya kirim via email.

Koran CAK!

Ini dia artikelnya:


Kelak akan datang suatu zaman, di mana kalian bagaikan makanan lezat yng terhidang di atas meja, kemudian diperebutkan, dicabik,dan dilahap oleh orang-orang yang lapar. Jumlah kalian sangat banyak, tetapi kualitasnya bagaikan buih. Karena dalam jiwa kalian ada penyakit hubbud dunya wa karahiyatul maut (cinta dunia dan takut mati). (HR. Baihaqi. Hadits Hasan)

OLEH NUR ABDILLAH SIDDIQ
Tahukah Anda bahwa produk-produk seperti Jeans, Lipstick, Ballpoin Pen, dan Laser adalah karya orang Yahudi? Jeans adalah karya Levi Strauss (1873), Lipstick adalah karya Maurice Levi (1915), Ballpoin Pen adalah karya Lazlo Biro (1938), dan Laser adalah karya Gordon Gould (1958). Selain itu, Sibliger mencatat prestasi fenomenal orang Yahudi diantaranya :
- Majalah Forbes mencatat dari 400 orang terkaya di Amerika maka 45%-nya orang Yahudi. (Padahal penduduk Yahudi hanya 2% dari total penduduk Amerika).
- 20% Profesor yang mengajar di universitas bergengsi di Amerika adalah Yahudi.
- 25% penerima hadiah nobel dari Amerika Serikat adalah Yahudi Berdasarkan laporan Pew Forum on Religion and Public Live (Republika, 9 Oktober 2009), perbandingan populasi umat muslim dan Yahudi adalah 107 banding 1. Pertanyaannya sekarang adalah mengapa umat Yahudi yang kecil dapat mengalahkan umat Islam yang sangat besar secara jumlah dalam bidang prestasi dan pencapaian di dunia?
Ternyata jawaban atas pertanyaan tersebut telah dijawab 14 abad lalu dalam kitab suci Al- Quran, “...Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar...”, (Terjemahan QS. Al-Baqarah: 249).
Ayat ini mengetuk-ngetuk diri setiap pribadi Muslim bahwa “izin Allah” adalah kunci untuk kemenangan yang tidak lain adalah kualitas, yaitu sikap diri untuk selalu menghasilkan sesuatu yang terbaik (ihsan atau excellent). Kualitas diri yang prima dari umat Yahudi bahkan dipuji oleh Johan Wolfgang von Goethe, “Energi adalah dasar dari segalanya. Orang-orang Yahudi betapa pun kecilnya, kelompok mereka selalu mengejar tujuannya dengan sangat meyakinkan. Mereka makhluk paling tidak mau diam di atas bumi ini”. Pernyataan Wolfgang tersebut menandakan militansi Yahudi dalam membuat sasaran dan mengerjakan usaha hingga sasaran tersebut dapat tercapai.
Prestasi yang telah banyak dicapai oleh Yahudi disebabkan oleh:
a. Kepercayaan diri yang sangat kuat. Walaupun jumlahnya sangat minoritas, mereka mampu memberikan pengaruh yang kuat di mana pun mereka berada. Sifatnya yang ekslusif dan etnosentris serta cita-cita dan mitologi yang diyakini bersama membuat hubungan hubungan di antara individu maupun kelompoknya menjadi satu komunitas yang sangat kental. Umat Yahudi meyakini bahwa bangsa Yahudi adalah bangsa pilihan Tuhan, sehingga mau tidak mau untuk mewujudkan keyakinan tersebut mereka akan berusaha segenap tenaga untuk menjadi bangsa pilihan Tuhan, bahkan mereka merasa bersalah apabila tidak mempersembahkan karya besar bagi Tuhan mereka.
b. Gemar Membaca. Orang-orang Yahudi adalah kaum yang paling tinggi minat bacanya. Mereka membaca buku tebal dengan hardcover. Menurut majalah reform jewish, 70% orang Yahudi Amerika membelanjakan uangnya untuk membeli buku hardcover dengan rincian 39% membeli 1-5 buku, 9% membeli 6-9 judul buku, dan 17% membeli lebih dari 10 judul buku pertahun. Kebiasaan membaca ini hanya dapat dikalahkan oleh orang-orang Jepang yang sama gilanya bila mereka membaca buku. Orang Jepang diperkirakan melahap buku bacaan rata-rata 12 buku dan 35 majalah setiap tahun, dan tentu saja mereka pun makhluk keranjingan membaca surat kabar. Belanja buku orang Jepang setiap tahun hampir mencapai 1 triliyun yen bahkan lebih. Hukum universal berlaku, barang siapa yang gemar membaca maka akan mendapatkan informasi, siapa yang mendapatkan informasi maka akan mendapatkan pengetahuan, siapa yang menguasai pengetahuan maka akan menguasai teknologi. Dan siapa yang menguasai informasi, pengetahuan dan teknologi, maka bersiaplah untuk menjadi “raja dunia”. Dan semua itu diawali dengan satu kata perintah, yakni Iqro (Bacalah). Oleh karena itu, saatnya umat Islam bangkit.
Islam mengalami masa keemasan di zaman Andalusia dimana banyak tokoh-tokoh terkemuka dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Abu Qasim az-Zahrawi (The Father of Surgery), Ibnu Tufail (ahli filsafat), Ibnu Rusyd (sang multitalenta),dan masih banyak tokoh yang lainnya. Mereka adalah batu bata yang menyusun bangunan kebesaran umat Islam. Memang tanpa keberadaan kita dalam meraih prestasi, tidak akan merubah Sunnatullah bahwa kelak Islam akan bangkit kembali. Tetapi jangan sampai ada yang ketinggalan momen besar ini, dimana kejayaan sudah bisa diraih namun tidak ikut berbuat apaapa. Mulai sekarang harus diyakini bahwa setiap diri kita adalah arsitek. Arsitek yang ikut membangun terwujudnya peradaban Islam di muka bumi ini.

Masih ada yang malas untuk membaca? Cupu ah :P

Probolinggo
17 Syafar 1434 H

Assalamualaikum :)
Pagi yang indah. Mungkin agak telat jalan-jalan saya ke sawah pagi ini. Jam tujuh pagi sawah sudah panas, tapi tetep indah. Hijaunya menyegarkan. Terhampar luas dari barat ke timur, dari selatan ke utara. Bibit padi yang panjangnya baru tiga puluhan senti dan pematang yang basah. Indahnyaaa...
Sekitar seminggu saya di rumah, baru hari ini menyempatkan pergi ke sawah. Setiap pulang, pasti ke sawah. Keindahan alam yang tidak saya temukan di sekitar kosan dan kampus di Surabaya.
Memang kampusku lumayan hijau. Tapi, hijaunya sawah punya sensasi yang beda dengan hijaunya kampus. Udaranya, suasana, bunyi-bunyiannya, orang-orangnya, semuanya beda. Terlebih ini adalah kampungku sendiri. Jelas rasanya beda.
Di desa, hanya sedikit yang berubah. Biasanya ada beberapa rumah yang baru dibangun. Anak-anak kecil yang dulu belum bisa jalan, sekarang sudah berlarian kesana kemari. Sedikit yang berubah, saya suka hal itu. Meski lama (dua bulan) di perantauan, rasanya tetap tidak asing.
Imam, nama keponakan yang masih berusia TK. Giginya sudah habis, hanya tinggal gigi geraham saja. Mungkin sudah dikikis coklat yang biasa dimakannya. Sehingga tawanya menjadi sangat lucu karena yang terlihat adalah gusi. Hahaha lucu sekali.
Besok sudah harus balik ke Surabaya. Semoga UAS cepat selesai, nilai yang didapat baik dan barokah dan bisa segera pulang untuk menikmati liburan. Meski harus balik lagi sebelum liburan habis karena ada acara jurusan. Yah saya berusaha untuk menikmati setiap detik yang diberikan olehNya. Saya berusaha.
Nikmat waktu, nikmat kesehatan, nikmat kasih sayang. Tidak ada alasan untuk mengeluh. Alhamdulillah... segala puji bagiMu ya Allah. Tiada Tuhan selain Engkau. Yang Maha Pencipta. Yang Maha Segalanya. Sujudku hanya untukMu :)

Probolinggo
17 Syafar 1434 H

Assalamualaikum :)
Hari Jumat yang indah, sayang jika saya tidak menulis di hari yang benar-benar indah ini. Bismillah... semoga bermanfaat.
Agar ilmu bermanfaat, maka salah satunya harus dibagi dengan yang lain. Okee sip.
Ada artikel, uummm..bukan artikel sih. Ini jawaban Ustadz Hamim Thohari atas pertanyaan seorang pembaca. Inti dari pertanyaannya adalah haruskah memutuskan sholat sunnah qabliyah saat iqamat sudah dikumandangkan?
Jawaban dari pertanyaan ada pada dua paragraf terakhir. Kalimatnya seperti berikut:
Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mugni dan Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari berpendapat, jika seseorang khawatir tertinggal mengerjakan sholat wajib berjamaah, dia boleh memutus sholat sunnah yang dikerjakannya. Jika tidak khawatir, hendaklah dia tetap menyelesaikan sholat tersebut.
Atas dasar itu, maka menurut hemat kami, menyelesaikan sholat sunnah yang tinggal tahiyat dan salam itu lebih baik, dengan syarat dikerjakan secara ringan. Bacaannya cepat dan waktunya singkat, sehingga masih dapat mengikuti takbiratul ihramnya imam. Dengan demikian shalat wajib tetap dapat dikerjakan secara sempurna bersama imam sejak dari takbiratul ihram hingga salam. Wallahu a'lam bish-shawab.

Di paragraf awal, Ustadz Hamim menulis bahwa sholat sunnah rawatib adalah ibadah ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Allah menyediakan pahala yang besar bagi yang bersedia mengerjakannya. Rasulullah SAW pernah mengatakan:
Seorang hamba muslim yang mengerjakan sholat karena Allah setiap hari dua belas rakaat sebagai ibadah sunnah, bukan wajib, Allah pasti membangun untuknya sebuah rumah di surga, atau pasti dibangun untuknya sebuah rumah di surga.” (Riwayat Muslim)
Dalam hadist yang lain, Rasul berkata:
Orang yang mengerjakan sholat dua belas rakaat dalam sehari semalam, pasti dibangun untuknya sebuah rumah di surga; empat rakaat sebelum dhuhur, dua rakaat setelahnya, dua rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah isya' dan dua rakaat sebelum subuh.” (Riwayat At-Tirmidzi)
Kata ustadz saya, surga itu kita yang membangun, sedangkan neraka sudah disiapkan Allah sejak dahulu kala. Nah... dengan sholat sunnah 12 rakaat tiap hari kita sudah membangun rumah di surga. Bangun surga, sekalian bangun rumah juga di dalamnya. Asyik kan? :D
Semoa bisa istiqomah sholat sunnahnya yaa kawan ^_^

Probolinggo
15 Syafar 1434 H


Assalamualaikum :)
Ehem... Edisi kali ini masih dari Majalah Karima tentang pernikahan, hihi.
Ada seorang ustadz bernama Nur Fatahuddin Bachrun yang bercerita tentang pertemuannya dengan istri dan kehidupan rumah tangganya. Memang singkat ceritanya, tapi insya Allah bermanfaat. Uuummm...kali ini saya ingin menceritakannya menggunakan bahasa saya sendiri. Okee sip.
Juni tahun 1997, beliau pergi ke Balikpapan untuk mengikuti “Pernikahan Barakah 100 Pasang” di Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapan, Kaltim. Usianya saat itu adalah 26 tahun dan sedang nyantri di Hidayatullah Jayapura, Papua.
Tiga alasan beliau mengikuti acara nikah masal ini: 1). Berharap mendapat keberkahan, 2). Mendapat doa dari pimpinan dan jamaah, dan 3). Mendapat istri yang satu visi dan misi dalam menjalani bahtera rumah tangga dan perjuangan mengemban risalah dakwah. (Alasan yang terakhir sangaaarrr :D)
Setelah tiba di kota tujuannya, yaitu Balikpapan, ternyata beliau dan calon mempelai pria yang lain tidak langsung dinikahkan. Tetapi harus kerja bakti selama 6 bulan sebagai maharnya. Disana beliau bertugas memancang siring di sepanjang tepi danau seluas 5 hektar dan membantu menyelesaikan kantor dua lantai milik pesantren. Mahar yang unik yaa :)
Alhamdulillah... tibalah saat yang ditunggu oleh 100 mempelai pria ini. Mereka hanya disodori nama dan foto sang calon istri serta surat untuk ditandatangani sebagai tanda kesiapan untuk mengikuti pernikahan. Ustadz Nur Fatahuddin berjodoh dengan Ibu Hamsiah Sappe. Dan mereka dikaruniai 5 anak yang shalih dan shalihah. Alhamdulilllah.
Beberapa pelajaran saya dapatkan dari kisah beliau. Pelajaran yang paling menarik adalah alasan beliau mengikuti nikah massal yang ketiga yaitu mendapatkan pasangan hidup yang satu visi dan misi dalam mengarungi bahtera rumah tangga dan berjuang dalam dakwah. Romantis! :D
Dan teringat ayat ke 26 dalam Surah An Nuur:
...wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). “
Mari jemput jodoh yang baik dengan menjadi pribadi yang baik. Semoga sukses kawan-kawan :D

Probolinggo
14 Syafar 1434 H

Assalamualaikum :)
Pagi-pagi ke rumah sepupu cewek. Langsung menuju kamarnya dan membaca artikel di Majalah Karima tentang “ocehan” seorang penulis buku-buku best seller, Salim A Fillah. Salah satu tokoh favorit nih (meski belum punya bukunya sama sekali, tapi udah follow twitternya kok, hihi).
Dalam tulisannya ini, beliau cerita tentang cara beliau mendapatkan jodoh yang shalihah dan kriterianya. Uuummm...saya tulis persis seperti di majalah saja yaa ^_^.


anti mainstream :D 

Menikah dini, mengapa tidak? Hidup membujang zaman sekarang terlalu banyak godaan. Untuk menyelamatkan, sebaiknya segera menikah. Tentu saja harus menyiapkan segala sesuatunya. Materi dan lebih-lebih mental.
Sejak SMU saya sudah mempersiapkan diri untuk menikah dini. Antara lain dengan jualan buku, hingga kuliah di Jurusan Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Boleh dibilang saat itu saya sudah mandiri secara keuangan. Untuk mencukupi kebutuhan keluarga, dengan hidup sederhana, rasanya cukup. Ada posisi seperti itu, menikah bukan lagi sunnah, melainkan wajib.
Segera saya menguatkan tekad untuk menikah. Alhamdulillah, orangtua menyetujui, sekalipun kuliah belum kelar (semester empat). Orang tua berpesan, agar saya siap bertanggung jawab atas segala sesuatunya. Setelah orangtua merestui, niat saya makin mantab.
Tapi saya tak ingin pacaran. Langsung saja menikah. Pacaran tidak menjamin kebahagiaan. Ada yang bertahun-tahun pacaran, eh setelah menikah beberapa bulan hancur berantakan.
Saya datang ke ustadz, minta dicarikan jodoh. Maunya yang shalihah dan dapat menshalihkan saya. “Wah, berat itu,” kata beliau.
Tampaknya kriteria saya terlalu abstrak. Beliau minta lebih konkret lagi. Saya ingin Muslimah yang punya tiga halaqah dan solid. Mengapa tiga?
Buat saya, angka tiga itu punya arti tersendiri. Saya sendiri saat itu membina 3 kelompok halaqah.
8 Juli 2004 saya dipanggil ke rumah ustadz untuk berta'aruf dengan seorang gadis. Merasa cocok, empat hari kemudian saya datang lagi untuk menyiapkan lamaran. 18 Juli saya meminang, 20 Agustus 2004 saya melangsungkan pernikahan. Usia saya 20 tahun, sementara istri saya 22 tahun.
Delapan tahun sudah kami dipersatukan Allah. Selama itu kami mereguk kebahagiaan. Bahagia makin sempurna dengan kehadiran putri kami. Sungguh karunia tak terhingga.
Modal kami mengarungi bahtera rumah tangga sederhana. Sama-sama berprasangka baik, tidak membandingkan dengan orang lain, terus-menerus ta'aruf karena manusia itu setiap saat bisa berubah, dan ada komitmen yang dipegang bersama.
Tentu kami pernah diuji Allah. Terberat, saat istri merasa bersalah karena mengalami keguguran beberapa kali. Alhamdulillah, dengan tetap berpegang teguh pada tali Allah, kami bisa melewati ujian tersebut.

Alhamdulillah... kita doakan semoga keluarga beliau menjadi keluarga yang semakin sakinah dan kita cepat menyusul #loh :D.
Setelah rampung membaca artikel tersebut, saya bergegas meninggalkan kamar sepupu dengan beberapa bagian yang berantakan, membuka laptop, dan menulis. Karena saya selalu ingin membagi yang saya dapatkan kepada semuanya, yang kenal maupun yang belum. Semoga tulisan ini memberikan manfaat bagi penulis, pembaca dan yang belum baca. Aamiin :D *lalu bergegas pergi mandi*

Probolinggo
13 Syafar 1434 H

Assalamualaikum :)
Senyum hangat saya untuk kelian semua para pembaca setia dan pambaca baru tulisan-tulisan di blog ini. Semoga doa-doa yang kita panjatkan disaat hujan seperti sekarang ini cepat terwujud (jika itu yang terbaik). Aamiin :D
Hari ini alhamdulillah saya tidak hanya nyepi di rumah seperti kemarin-kemarin. Hihi. Karena sejak tadi pagi sekitar jamm 10.00 WIB sampai sekitar jam 15.00 WIB saya bersama adik sepupu pergi ke sebuah pondok. Ya! Pondok Jus yang lumayan jauh dari rumah (karena di dekat tidak ada toko-toko yang mewah seperti itu, adanya warung-warung kecil seperti di keputih, hehe). Niat pertama adalah untuk mengerjakan tugas revisi jurnal praktikum dan mencari referensi untuk mengerjakan tugas mata kuliah organisasi dan manajemen laboratorium sambil nge-jus. Wenaaakkk :D

www.tumblr.com

Bukan tentang tugas-tugas tak diharapkan yang ingin saya tulis disini, bukan juga tentang jus alpukat yang enak itu, tapi tentang asap rokok yang sangat mengganggu dari pagi hingga sore. Eeeerrr... -________-
Jus buah adalah minuman yang menyehatkan. Semua tau kan yaa tentang fakta itu? Okee lanjuuut. Kalau boleh saya simpulkan, orang-orang yang berkunjung kesana adalah mereka yang ingin menikmati minuman yang segar dan menyehatkan tersebut. Pertanyaannya, kenapa masih merokok yaa? Apakah karena merokok itu adalah hobi mereka? Atau bahkan sudah menjadi kebutuhan? Banyak hal yang bisa dibahas dari kejadian ini. Tapi, saya ingin membahasnya dari segi niat. Niat meminum jus. Dikaitkan dengan niat-niat yang lain dalam keseharian saya.
Sebenarnya agak malu sih memposting tulisan ini, karena uuummm... tulisan ini semacam curhat. Ehhemm...okee lanjut saja. Tentang niat. Saya selalu bermasalah dengan niat. Karena (mungkin) kebiasaan, jadinya niat saya jarang lurus dan itu berlaku untuk semua yang saya lakukan. Niat ibadah misalnya, seringkali masih berorientasi pada kehidupan dunia. Niat belajar juga begitu. Tapi, alhamdulillah... niat saya ke Pondok Jus insyaAllah lurus yaitu untuk menikmati minuman yang menyehatkan tersebut karena rasanya sudah lama tidak menikmatinya. Sungguh...nikmatnya tiada tara :D.
Uuummm... tulisan sudah sehalaman lebih begini, padahal intinya baru tersentuh sedikit. Okee, to the point saja yaa. Seringkali niat saya melakukan sesuatu tidak sesuai dengan seharusnya, mungkin hampir sama dengan mas-mas dan bapak-bapak yang merokok di Pondok Jus tadi. Jika niatnya minum jus adalah untuk kesehatan, tentu mereka tidak akan merokok, terlepas dari kebiasaan, hobi ataupun kebutuhan mereka terhadap rokok. Setidaknya mereka tidak merokok di tempat yang menyediakan minuman sehat tersebut. Sama seperti saya. Seringkali niat tidak sinkron dengan yang dilakukan. Misal, belajar tidak untuk mendapatkan ilmu, tapi mendapat pekerjaan. Ibadah, bukan untuk mendapat ridho Allah, tapi orientasinya adalah dunia. Dunia? Iyaa, misalnya agar tidak mendapat kesulitan saat kuis. Hummm...
Dan berita buruknya saya belum menemukan ramuan yang bisa meluruskan niat. Mungkin kawan-kawan punya. Boleh deh sharing di kolom komentar :D.

Probolinggo
12 Syafar 1434 H

Assalamualaikum :)
Alhamdulillah... Puji syukur bagi Allah SWT yang telah mengijinkan jari-jari saya terus beradu dengan keyboard sehingga bisa menghasilkan tulisan ini.
Beberapa hari yang lalu saya membaca artikel berjudul “Menghormati Selembar Kain” di majalah Suara Hidayatullah yang terbit bulan Juli 2011. Memang majalahnya sudah kadaluarsa, tapi (menurut saya) ilmu yang disajikan didalamnya tidak akan kadaluarsa karena bisa diamalkan kapan pun, dulu, sekarang, dan di masa depan.
Selembar kain yang dimaksud dalam artikel tersebut adalah bendera Merah Putih. Awal Juni 2011, dua sekolah di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, tidak mau memberi hormat kepada kepada Sang Saka Merah Putih karena takut termasuk orang-orang yang musyrik. Benarkah begitu?
http://the-otherside-of-history.blogspot.com

Tertulis dalam artikel tersebut :

Pada masa Rasulullah SAW, bendera kerap dibawa saat peperangan. Bendera tersebut harus dipertahankan jangan sampai jatuh. Jika jatuh maka jatuh pula kehormatan pasukan Islam.
Pengorbanan Ja'far bin Abu Thalib memperjuangkan tegaknya bendera Islam dalam perang Mu'tah adalah kisah yang bisa kita ambil teladannya. Ketika satu tangannya putus disabet pedang lawan, maka bendera tersebut ia pegang dengan tangan yang lain.
Ketika kedua tangannya terputus, ia masih mencoba memeluk panji tersebut agar tetap tegak berdiri. Upaya tersebut ia lakukan hingga menemui ajalnya sebagai syuhada.
Pertanyaannya, apa yang diajarkan Rasulullah SAW kepada Ja'far sehingga sepupunya itu begitu gigih mempertahankan panji-panji Islam agar tetap tegak berdiri? Apakah Rasulullah SAW menyuruh Ja'far menghormat kepada selembar kain tersebut setiap hari Senin?
Tentu saja tidak! Tak pernah Rasulullah SAW mengajarkan hal itu. Sebab, panji-panji itu hanya simbol, tak lebih sekedar benda mati. Ja'far pun paham betul akan hal itu. Namun, dalam sebuah peperangan, membela panji-panji Islam agar tetap berdiri sama halnya seperti membela Islam itu sendiri.

Itulah yang tertulis disana. Jadi, bukan karena bendera itu benda mati lantas kita tak perlu menghormatinya. Tapi karena membelanya sama dengan membela negara. Semoga bisa diambil pelajarannya oleh kita semua. Aamiin :)

Probolinggo
12 Syafar 1434 H

Assalamualaikum 
Maaf yaa saya postingnya tiap hari. Hihi :D
Sudah sangat lama saya tidak menulis (atau mengetik) karena pengaturan waktu dan energi yang buruk. Tugas kuliah tidak banyak, tapi karena belum terampil menggunakan waktu dan energi yang saya, beberapa hal terjadi tidak sesuai dengan yang saya inginkan. Inginnya menulis (atau mengetik) setiap hari, tapi nyatanya tulisan saya yang terakhir adalah di bulan Nopember. Nah disaat minggu tenang seperti inilah (hampir) semua hal yang sempat terlintas (ataupun berdiam agak lama) dalam hati saya meminta untuk dituangkan dalam sebuah tulisan.
Di atas kasur, di depan televisi yang sedang menayangkan kartun Spongebob Square Pants, jari-jari saya bermain-main dengan kotak-kotak ketik pada keyboard laptop. Dan outputnya adalah tulisan yang menceritakan tentang adek saya bernama Bambang (nama lengkapnya Mohammad Hasan Martadini) ini.

Mohammad Hasan Martadini, 11 tahun

Adek saya, adalah seorang anak laki-laki berumur 11 tahun (lahir tanggal 23 Maret 2001) yang memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik. Temannya banyak, sehingga lingkungannya pun luas dan beragam. Yang saya khawatirkan, dia (sepertinya) belum tau cara memfilter pengaruh yang datang dari lingkungannya. Karena (sepertinya) orang tua saya tidak mengajarinya tentang hal itu. Mungkin karena mereka juga tidak tau caranya. Dan saya juga tidak tau.
Gaya hidup anak muda jaman sekarang membuat saya mengkhawatirkan adek saya yang masih kelas 6 SD ini. Saya ingin membentenginya dengan agama agar dia menjadi anak yang bisa “diharapkan” oleh (minimal) keluarganya. Minta doanya semoga saya sukses yaa. Aamiin 
Sepertinya tantangan saya untuk “menaklukkan” adek saya lumayan berat. Beberapa diantaranya :
Pertama, hubungan saya dengan adek tidak romantis. Dari kecil saya sudah menjadi musuh bebuyutannya. Saya dan dia terbiasa berselisih. Saya akui itu kesalahan saya. Sedari kecil saya mengajarinya untuk membantah kata-kata saya. Sedari kecil saya mengajarinya untuk bertengkar dengan saya. Sedari kecil saya mengajarinya untuk tidak menghormati saya. Dan dia mempelajari semua itu dengan baik. Alhamdulillah -_______-.
Kedua, saya berada jauh darinya. Dia di Probolinggo, di rumah tercinta. Sedang saya di Surabaya, di kosan tercinta. Sehingga interaksi terjadi tidak secara langsung dan tidak romantis. Hubungan kami tidak terlalu baik jadinya. Hubungan yang tidak romantis diantar kami bertambah parah dengan frekuensi bertemu yang kecil (maaf jika kata-katanya kurang pas :D).
Ketiga, orang tua rasanya tidak dapat membantu saya. Mereka (sepertinya) tidak tau bagaimana mengajari adek untuk memfilter pengaruh-pengaruh dari lingkungannya. Mungkin mereka tidak tau. Dan saya juga tidak tau. Lalu apa? -_____________-
Okee... ada 3 tantangan, dan saya baru menemukan 2 cara untuk menghadapinya.
Pertama, PDKT (PenDeKaTan) dengan adek saya yang paling ganteng tersebut. Dan minggu tenang ini rasanya adalah waktu yang tepat. Dia punya banyak sekali aktivitas: bermain, bermain, bermain dan mengaji. Humf... Tapi pasti ada waktu untuk bisa dekat dengan adek terkecil dan terimut saya, Bambang, ini. Bismillahirrohmanirrohim...
Kedua, membaca banyak buku tentang mendidik anak yang baik. Saya sudah punya satu majalah yang membahas tentang hal itu. Harganya Rp. 25.000,- dan Alhamdulillah diberi 3 majalah lagi sebagai bonusnya :D. Sebenarnya majalah bonus tersebut adalah majalah yang sudah dipajang berhari-hari bahkan berminggu-minggu (atau mungkin berbulan-bulan) alias majalah yang tidak laku. Padahal isinya (sepertinya) bagus. Majalah Hidayatullah yang isinya sudah bisa ditebak tentang apa. Mungkin karena minat baca masyarakat Indonesia masih rendah, sehingga puluhan majalah edisi tahun lalu tersebut masih terpajang disana sampai sekarang. Atau mungkin bahasannya yang menurut masyarakat kurang menarik. Entahlah...
Dua jurus yang insyaAllah akan dilaksanakan mulai hari ini. Berusaha sambil berdoa, bukan berusaha lalu berdoa. Saya yakin, Allah pasti memperlancar semuanya. Kesuksesan ini (rasanya) akan menjadi penentu masa depan anak saya kelak. Jika saya sukses mendidik adek, insyaAllah saya juga akan sukses mendidik anak saya nantinya.
Sukses untuk misi penting saya ini. Aamiin

Probolinggo
09 Syafar 1434 H


Assalamualaikum :)
Alhamdulillah... segala puji bagi Allah atas nikmat yang nyata dan maya. Semoga kita termasuk orang-orang yang dapat mensyukuri nikmat yang tak terhingga ini. Termasuk nikmat kebebasan untuk menulis di blog seperti yang saya lakukan sekarang :).
Di atas kasur, di depan televisi yang sedang menayangkan pertandingan sepak bola antara Wigan dan Arsenal dengan kedudukan yang masih kosong-kosong bersama adek Bambang (11 tahun), Bapak Durri (49 tahun), Ibu Iva (40 tahun) dan Mbah Djoso (sekitar 70 tahun), saya ingin berbagi ilmu yang saya dapat dari buku berjudul “Quantum Ikhlas” yang ditulis oleh Erbe Sentanu tentang kekuatan perasaan dan pikiran.


Moh. Hasan Martadini atau Bambang

Semakin halus, semakin tidak terlihat, semakin besar kekuatannya. Begitulah kira-kira Erbe Sentanu menyampaikan betapa perasaan dan pikiran itu jauh lebih besar powernya jika dibandingkan dengan otot atau hal yang nyata lainnya.
Semakin halus, semakin kuat vibrasinya. Karena perasaan dan pikiran memiliki kekuatan yang sangat besar, maka dua hal tersebutlah yang harusnya kita pelajari jika ingin sukses di dunia, juga di akhirat. Memang tidak mudah mempelajari keduanya, tetapi jika keinginan untuk sukses itu besar dan harus terwujud, maka suatu keharusan juga untuk belajar berperasaan dan berpikir dengan lebih bijak.
Perasaan dan pikiran, dua hal yang memiliki perbedaan kekuatan yang sangat jauh. Perasaan atau pikiran bawah sadar kekuatannya 88% sedangkan pikiran sadar hanya 12%. Sayangnya, kebanyakan orang lebih percaya kepada kekuatan pikirannya daripada perasaannya. Tidak heran sih, mungkin karena mereka (saya juga sih) tidak tau tentang kekuatan luar biasa yang dimiliki oleh pikiran alam bawah sadar (disebut perasaan dalam buku ini).
Karena sudah terbiasa menggunakan pikiran, maka akan sulit untuk mengaktifkan alam bawah sadar. Perasaan (pikiran alam bawah sadar) bekerja saat otak berada dalam gelombang alfa. Sedangkan, pikiran sadar bekerja dalam gelombang beta. Otak manusia sering berada pada gelombang yang kedua ini (beta), sehingga kita butuh bantuan agar otak berada dalam kondisi yang rileks tanpa tegangan (kondisi alfa). Buku ini dilengkapi dengan 1 CD untuk meng-upgrade hardware otak dan alam bawah sadar manusia. CD tersebut hanya berisi musik alam. Bunyi air yang mengalir, suara-suara hewan seperti katak dkk. Meski begitu, otak saya sukses dibuat dalam kondisi delta, yaitu kondisi saat otak benar-benar tanpa tegangan, tidak sadar dan tidak sedang bermimpi. Intinya, otak saya benar-benar dalam kondisi yang sangat rileks ^_^.
Perasaan : Aset Utama Manusia
Jadi, menurut buku ini,”We are what we feel” bukan “We are what we think”. Karena dengan kekuatan yang 80%, perasaan (atau pikiran bawah sadar) akan dapat mempengaruhi pikiran yang hanya memiliki kekuatan 12%. Penasaran dengan bukunya? Silahkan dibaca ^_^

Probolinggo
09 Syafar 1434 H

Assalamualaikum :)
Selamat pagi dan selamat berbahagia pagi ini kawan. Bukankah bahagia adalah perasaan yang ingin kita rasakan setiap saat? Yuuu berbahagia ^_^.
Selamat berbahagia juga buat Ibu-Ibu di seluruh dunia. Semoga amal ibadahmu diterima oleh Allah dan dosa-dosamu terampuni. Maaf tidak lagi berarti rasanya ketika hal itu aku ucapkan berkali-kali untuk kesalahan yang sama. Doakan aku agar bisa benar-benar meminta maaf kepadamu Ibu. Atas diri yang belum bisa menjadi anak yang selalu berbakti kepadamu. Semoga Allah selalu melindungimu. Aamiin.
Untuk Bapak, terima kasih atas kasih sayangmu yang tak kalah besar dengan kasih sayang Ibu terhadapku. Aku juga mencintaimu. Meski katanya derajat Ibu tiga tingkat diatasmu, bagiku kalian adalah sama. Sama berharganya, sama besar kasih sayangnya, dan sama besar pengorbanannya.
Bapak, Ibu. Semoga Allah SWT adalah satu-satunya alasan atas terus bertumbuhnya rasa kasih sayang diantara kita. Aamiin ^_^

www.baitul-hikmah.com

Akhir-akhir ini saya menyadari sesuatu. Selalu mengganggu setiap teringat. Hanya satu jalan agar dia tidak mengganggu lagi, yaitu bersyukur. Karena sesuatu yang mengganggu itu adalah rasa tidak bersyukur. Banyak sekali nikmatNya yang belum saya syukuri. Termasuk nikmat kasih sayang Bapak dan Ibu. Saya setuju dengan pernyataan,”Kita tidak akan tau betapa berarti suatu hal sampai kita kehilangan hal itu.” Sungguh saya tidak ingin mengalami hal itu. Saya ingin tau betapa berartinya Bapak dan Ibu sebelum saya kehilangan kalian. Kalian akan pergi, saya yakin itu. Semoga Allah SWT mengijinkan saya untuk membahagiakan kalian sebelum raga kita berpisah. Aamiin.
Sudah sejak lama saya tau bahwa kasih sayang dan pengorbanan Bapak dan Ibu sangat besar. Tapi hal itu sepertinya hanya berhenti di pikiran saja. Hanya sedikit yang lolos menuju hati. Artinya, saya tidak benar-benar merasakan besarnya kasih sayang dan pengorbanan mereka. Hanya beberapa persen dari seluruhnya yang berhasil saya rasakan. Apakah hal itu juga terjadi pada kalian? ^_^
Setelah saya hitung-hitung, rasanya selama ini tidak lebih dari lima kali saya bersyukur atas terhidangnya sarapan, makan siang dan makan malam di meja makan tanpa harus memasak terlebih dahulu. Tidak lebih dari lima kali saya bersyukur atas rupiah yang tidak perlu saya cari untuk bisa mendapatkan ilmu dari lembaga formal yang saya rasakan dari kecil hingga sekarang. Tidak lebih dari lima kali saya bersyukur atas rumah yang menjadi surga sejak saya kecil. Padahal semua itu terlihat jelas oleh mata dan selalu saya rasakan setiap hari.
Jika hal yang nyata saja tidak bisa saya syukuri lebih dari lima kali, bagaimana saya bisa mensyukuri hal yang abstrak (maya) lebih dari lima kali? Dan bagaimana kita bisa berterima kasih jika kita tidak bisa mensyukurinya?
Selama ini yang diberi oleh orang tua kepada saya bukan hanya hal yang nyata saja. Yang nyata, belum bisa benar-benar saya syukuri. Jadi, kecil kemungkinan saya benar-benar mensyukuri hal-hal abstrak, seperti kasih sayang dan pengorbanan, yang selalu mereka berikan untuk saya. Mungkin saya pernah mengaku bersyukur atas semua itu. Tapi, sungguh rasanya hanya dibibir saja. Hanya sedikit atau tidak pernah sama sekali hal itu benar-benar saya rasakan dalam hati. Buktinya, sampai sekarang saya belum pernah benar-benar berusaha untuk membalas semua hal itu. Saya hanya mengaku melakukan semua itu untuk orang tua saya, padahal sebenarnya untuk diri sendiri.

Pikiran berkata,”Saya belajar dengan rajin disini untuk orang tua saya di rumah. Agar saya bisa membahagiakan mereka di hari tuanya.” Tetapi, hati yang lebih jujur berkata,”Ini saya lakukan untuk diri saya sendiri. Agar nanti saya bisa membeli apapun yang saya inginkan. Agar nanti saya hidup dengan nyaman. Agar saya tidak miskin di hari tua saya.”

Di hari Ibu ini, saya berharap bisa mulai benar-benar mensyukuri segala nikmat yang telah diberi olehNya. Termasuk atas nikmat kehadiran orang tua disekitar saya. Aamiin ^_^



Assalamualaikum J
How’s your day? Beautiful? Alhamdulillah ^_^
Di hari yang katanya akan terjadi kiamat ini, saya ingin menjabarkan kalimat yang dilontarkan oleh dosen saya menjadi sebuah tulisan yang insyaAllah bermanfaat. Saat kuliah Organisasi dan Manajemen Laboratorium di ruang J115 Kimia Fmipa ITS Surabaya hari ini jam 07.00 WITS, dosen saya yang bernama Bapak Suprapto mengatakan kalimat yang menginspirasi tulisan ini. Kalimat kira-kira begini,”Perubahan dari suatu hal dengan entropi yang besar (tidak teratur) menjadi suatu hal dengan entropi yang kecil ( hampir teratur) membutuhkan energi. Akan berbeda jika kita menginginkan sebaliknya.” Ummm. . .sebenarnya kalimatnya tidak sekeren itu sih hihi. Tidak apa-apa lah yaa. Yang penting tulisan ini enak dibaca. Sip.
Nah. . .dalam tulisan ini saya ingin menyambungkan antara kalimat dari salah satu dosen yang paling sabar itu dengan ibadah. Bagaimana keadaan ibadahmu kawan? Sudah teraturkah? J

Semesta yang teratur (http://shobru.wordpress.com)

Agar ibadah teratur, kita membutuhkan energi. Energi yang tidak kecil, karena seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini, termasuk manusia, selalu menuju ke ketidakteraturan. Jadi, wajar jika kita merasa tidak mudah untuk beristiqomah (teratur, dalam pemahaman saya) dalam hal ibadah. Ada saja alasan yang mengarahkan kita menuju ketidakteraturan tersebut. Misalnya, ibadah sholat tahajud. Kita harus mengeluarkan energi yang cukup besar untuk melaksanakannya teratur setiap hari. Energi yang dikeluarkan tidak hanya untuk bangun, berjalan menuju kamar mandi dan aktifitas fisik lainnya. Tapi juga untuk aktifitas mental seperti melawan nafsu untuk menikmati tidur. Sungguh butuh energi yang cukup besar. Tapi, jangan khawatir kawan-kawan. Jika niat kita sholat tahajud untuk mendapatkan ridho Allah, pasti Sang Empunya Energi itu tidak akan pelit untuk memberikan energiNya kepada kita. Jadi, ketidakteraturan kita menjalankan ibadah bukan karena Dia tidak member kita energi, tapi karena kita tidak mau menerima energi tersebut. Tidak mau menerima energi bisa diartikan tidak lurus niatnya, tidak ada kemauan untuk menteraturkan ibadah dan yang lain.
Kok menuju ketidakteraturan sih? Kenapa tidak sebaliknya saja? Yap! Begitulah semesta. Tidak terjadi berdasarkan yang diinginkan, tetapi yang dibutuhkan. Jika semesta menuju keteraturan, berarti tidak membutuhkan energi untuk menuju kesana. Dan kita tidak akan tau pemenangnya. Pemenang adalah dia yang berhasil menuju keteraturan itu. Pemenang adalah dia yang bisa melakukan suatu hal yang jarang bisa dilakukan oleh kebanyakan orang. Jadi, kita wajib bersyukur karena semesta selalu menuju ketidakteraturan J


Assalamualaikum :)
Postingan ini semacam curhat yaa. Ini tentang keinginan-keinginan kurang pantas yang seringkali saya minta kepada setiap orang. Setiap kali bertemu dan bercakap dengan orang, pasti saya selalu mengutarakan keinginan ini, meski tak melalui kata yang terucap. Eh salah... bukan hanya saat bertemu atau bercakap saja, tapi setiap saat. Coba bayangkan, bagaimana jika semua orang seperti saya?
Mungkin pembaca belum bisa membayangkan, karena saya belum memberitau keinginan-keinginan kurang pantas itu. Baiklah... ada beberapa keinginan yang saya utarakan kepada setiap orang, tapi tidak melalui kata yang terucap langsung. Beberapa diantaranya adalah :

  1. Hormati saya!
  2. Hargai saya!
  3. Perhatikan yang saya lakukan!
  4. Dengarkan yang saya ucapkan!
  5. Jangan marah kepada saya!
  6. Jangan potong kalimat saya!
  7. Senyumlah kepada saya!
  8. Sapa saya setiap kali bertemu!
  9. Berbuat baiklah kepada saya!
  10. Jangan cemberut di hadapan saya!

Oww...ternyata itu bukan keinginan, tapi perintah. Perintah kepada setiap orang yang saya kenal atau tidak. Setuju kalau saya ini orang yang tidak baik? Setuju untuk menjauhi saya saja daripada berteman dengan saya? Setuju? Itu wajar.
Saya memerintah setiap orang setiap saat dengan contoh kalimat seperti diatas. Apa? Jahat? Iyaa, saya memang jahat. Saya merasa tidak pantas untuk tidak dihormati, tidak dihargai, tidak diperhatikan dan lain sebagainya. Siapa saya? Pantas saya memerintah seperti itu? Saya merasa pantas-pantas saja. Apa yang membuat saya tidak pantas? Tidak ada! Saya pantas memerintahkan hal-hal diatas kepada siapapun. Kepada teman, sahabat, semuanya.


Bagaimana anggapan pembaca jika orang yang dimaksud diatas benar-benar diri saya? Rasanya banyak yang akan bilang,”Anda jahat sekali” atau “Anda bukan orang yang baik” atau “Saya tidak mau kenal dengan Anda lagi”. Wah... bisa-bisa saya benar-benar akan sendiri. Tidak punya teman, sahabat, saudara. Enak? Jelas tidak enak.
Sayangnya, orang diatas memang saya. Tapi, betapa Allah Maha Baik. Dengan kepribadian tidak baik seperti ini, masih ada yang mau berteman, bersahabat dan bersaudara dengan saya. Dengan kepribadian yang jelek seperti ini, masih ada yang mau membantu saya ketika sedang mengalami kesulitan. Dengan kepribadian yang jelek ini, masih saja ada yang mau mendoakan saya. Betapa Allah Maha Besar.
Bagaimana dengan kawan-kawan semua? Seperti saya jugakah kepribadiannya? Saya yakin tidak ^^. Jika Anda bertemu dengan saya, tolong ajari saya cara untuk tidak menjadi orang yang menyebalkan seperti sekarang. Saya minta tolong untuk diajari. Karena rasanya belajar sendiri itu tidak enak. Terima kasih saya ucapkan sebelumnya atas kebersediaan Anda untuk mengajari saya menjadi orang yang lebih baik. Terima kasih ;)



Assalamualaikum :)
Hari ini alhamdulillah saya senaaaaaaang sekali :D . Tanya kenapa? Saya, Siti (teman saya) dan Mas Riza (teman baru saya) menghadiri sebuah workshop entrepreneur yang diselenggarakan oleh Jarbis (Jaringan Bisnis) Indonesia. Workshop dengan tema “MINDSET for ENTREPRENEUR” yang akan berlangsung selama dua hari ini menghadirkan pembicara yang TOP. Mereka sudah cukup lama berpengalaman di bidang entrepreneur. Dan ajaibnya lagi, 8 pengusaha sibuk ini sama sekali tidak dibayar dengan uang. Semangat berbagi menguatkan langkah kaki mereka untuk sampai di Wisma Tamu (Jl. Pregolan Bundar 6-8 Surabaya). Saya hanya perlu membayar Rp. 175.000,- untuk sewa ruangan, makan, coffee break dan sertifikat. Seharusnya ini cukup bisa untuk membuat saya terjaga selama workshop berlangsung, tapi ternyata tidak. Astagfirullah....


Pembicara pertama yang membuka workshop ini adalah pendiri Jarbis. Beliau adalah Bapak Putu Darma Putra. Meski nama depannya Putu, tapi beliau adalah seorang muslim. Alhamdulillah. Bapak Putu membuka workshop ini sekaligus memberikan sedikit materi kepada peserta. Yang paling menarik dari bahasan beliau adalah map berikut :

Sumber gambar : Laptop Saya.

Contohnya begini. KEADAAN SAAT INI, saya sedang menghadiri sebuah workshop entrepreneur. Keadaan tersebut adalah hasil TINDAKAN / PERBUATAN saya bersepeda motor dari kosan menuju tempat. TINDAKAN / PERBUATAN tersebut adalah hasil dari KEPUTUSAN yang ada dalam MIND saya yang berupa KATA-KATA. Dan KATA-KATA yang kita buat sehari-hari akan menentukan NASIB kita di masa mendatang. Begitu kata Bapak Putu. Beliau lanjut menjelaskan bahwa map tersebut adalah berita baik sekaligus buruk bagi kita semua. Baik? Karena peserta tau dan bisa mulai untuk mengatur kata-kata yang digunakan setiap hari. Buruk karena tidak ada yang bisa disalahkan kecuali diri sendiri atas nasib yang menimpa kita dari dulu sampai sekarang. -_______-
Dunia ini berisi kata-kata. Tidak ada hal yang tidak terdiri dari kata. Ketika sadar bahwa dunia ini adalah kata-kata, maka tidak perlu sewot ketika kita diejek atau dihina oleh orang lain. Karena orang tersebut hanyalah berkata-kata. Dan kata-kata itu untuk didengar atau dibaca, bukan dirasakan. Sekali lagi BUKAN UNTUK DIRASAKAN. Misalnya ada yang bilang,”Kamu Gay”. Dia hanya mengucapkan sebuah kata yang terdiri dari 7 huruf : K, A, M, U, G, A, Y. Jadi, kenapa harus sewot, marah, jengkel, pengen mukul, dkk? Dia loh cuma berkata-kata saja :D . Begitu kata Pak Putu.
Dan paragraf terakhir ini akan saya tulis sebuah petuah :D . Sebagai mahasiswa dan orang dewasa, sudah seharusnya kita berpikir lebih “cerdas”. Apapun yang dikatakan oleh para pembicara tidak harus semuanya disetujui, harus diproses terlebih dahulu. Ilmu yang didapat dari para pengusaha sukses ini sebaiknya tidak diterima secara saklek atau benar-benar persis seperti yang telah disampaikan. Informasi tersebut lebih baik diolah sesuai dengan cara berpikir kita. Sehingga ketika ada ilmu lain yang mungkin tidak sama atau berlawanan dengan yang diberikan oleh mereka, tidak membuat kita bingung dan akhirnya stres (agak lebay yaa). Itu saja sih petuahnya :D. Semoga yang sedikit ini bermanfaat. Wassalamualaikum :)





Assalamualaikum :)
Dalam keadaan yang kurang tepat sebenarnya untuk menulis, karena jurnal praktikum kimia belum selesai digarap, saya sungguh ingin menulis tentang seorang sahabat yang luar biasa menurut saya. Jika Anda bertanya kepada orang lain selain saya, mungkin saja dia akan mengatakan bahwa sahabat saya tersebut adalah orang biasa, tapi dia LUAR BIASA menurut saya.
www.wallcoo.com

Baru beberapa menit yang lalu saya berkunjung ke kosan seorang sahabat yang LUAR BIASA ini. Sebenarnya niat saya kesana adalah mengambil laptop yang kemarin saya titipkan dan bertanya tentang skema kerja praktikum. Alhamdulillah... Allah Maha Baiiiiiiikkk... saya mendapatkan pelajaran yang jelas sangat berharga dari sahabat baik saya ini. Sebelumnya dia pernah curhat bahwa dia sedang mengalami kesulitan ekonomi. Dia memang dari keluarga yang (mungkin) kurang mampu. Tapi, dia selalu bersyukur. Tidak seperti saya. Setelah saya bertanya, dia bilang bahwa dia hanya punya uang Rp. 10.000,-. Itupun untuk pulang hari Jum'at, sedangkan sekarang masih hari selasa. Sebenarnya dia punya uang Rp. 16.000,-. Jadi uang yang bisa dia gunakan untuk makan adalah Rp. 6.000,-. Dan dia berencana menggunakan uang tersebut untuk makan selama dua hari. Itu artinya Rp.3.000,- untuk sehari. Entahlah... apa yang bisa dia beli dengan uang segitu. Sebagai seorang sahabat yang baik (yeah...) saya menawarkan untuk mentraktirkan makan. Tapi, dia tidak mau. Sudah saya paksa, dia tetap dengan pendiriannya. Saya tanya alasannya, dia bilang masih mau mengarang jawabannya. -_____-
Sayang sekali yaa dia tidak mau mengatakan alasannya. Ketika saya pamit pulang, dia sedang ingin membaca buku Merry Riana (Mimpi Sejuta Dolar) yang ceritanya sama dengan keadaannya saat ini. Sebenarnya ingin menangis saat itu, tapi karena gengsi jadinya saya tahan saja. Meski sudah sampai di kosan, saya tetap tidak menangis. Saya tahan saja.
Lalu apa pelajaran yang saya dapatkan dari dia (sahabat saya)?
  1. Tidak mau merepotkan orang lain (hal ini sering saya lakukan).
Itu saja sih pelajarannya, tapi itu benar-benar memalukan diri saya yang selaluuuuuuu saja merepotkan orang lain. Rasanya semua orang sudah saya buat repot.
Saya adalah orang yang sering tergantung kepada orang lain. Saya tidak mau repot sendiri. Harus ada orang lain yang repot bersama saya, meskipun itu bukan urusannya. Sedangkan sahabat saya itu, sungguh dia tidak mau merepotkan saya. Padahal sudah saya tawarkan untuk berhutang dulu, karena jelas dia tidak mau jika ditraktir. Tapi, tetap saja dia tidak mau. Baiklah! Saya sudah cukup malu. Jadi saya akhiri saya tulisan ini. Semoga bermanfaat. Wassalamualaikum :D

Assalamualaikum :)
Ada sahabat saya yang bercerita ...
Saya merasa nyaman ketika dalam keadaan lemah, lapar, banyak masalah, dan dalam banyak keadaan yang tidak diinginkan banyak orang. Alasannya... keadaan tersebut membuat nafsu saya tidak meledak-ledak, membuat emosi saya tidak bisa naik (marah) dan yang paling saya suka adalah karena saya bisa lebih fokus pada bacaan sholat dalam keadaan yang tidak nyaman ini.
Hari ini saya belum makan nasi sama sekali. Saya hanya memakan roti tawar saja. Kenapa? Uang yang tersisa tidak cukup untuk membeli makan. Bagaimana makan untuk besok? Tanyakan pada Allah :) . Dalam keadaan yang sedikit tidak bertenaga ini, saya merasa lebih nyaman ketika sholat. Karena kondisi badan yang lemas, otak saya hanya mampu untuk fokus pada bacaan sholat, tidak bisa ngelantur kemana-mana. Saya senang :D .


http://muslima.co.id/pojok-kreatif/

Rasanya saya belum pernah berada dalam kondisi seperti ini. Umur saya sudah 19 tahun dan pastinya sudah merasakan sensai berpuasa saat bulan Ramadhan. Tapi, bulan-bulan penuh berkah itu rasanya lewat begitu saja. Saya tidak merasakan penderitaan mereka yang kelaparan meski saya sedang kelaparan saat berpuasa. Hari ini saya tidak berpuasa, hanya belum makan nasi dan hanya makan roti saja. Meski begitu, saya merasa (sedikit) bisa merasakan rasa lapar mereka yang harus mencari uang untuk makan saat itu juga. Mereka yang harus bekerja pada hari itu agar bisa makan pada hari itu juga. Hari lain? Ya mereka harus mencari di hari lain itu.
Ternyata saya belum bisa mandiri. Tanpa orang tua, mungkin bukan hanya hari ini, tapi bahkan tiap hari saya harus kepalaran karena belum bisa mencari uang secara mandiri. Saya tidak akan pernah menjadi seorang mahasiswa tanpa orang tua saya. Bahkan mungkin, saya tidak bisa hidup sampai sekarang tanpa orang tua saya. Tentu semuanya terjadi atas ijin Allah SWT. Hal ini benar-benar saya rasakan. Bukan hanya sekedar kata yang lewat di bibir, tapi juga melintas di hati.
Allah memang baik. Baiiiiiiikkk sekali. Saya tidak tau harus membalasnya dengan apa. Jujur sampai saat ini, saya belum bisa menjadi hamba kebanggaanNya. Belum benar-benar bisa ikhlas beribadah kepadaNya. Masih saja harapkan janji-janji manisNya. Surga, dan segala hal yang indah yang Dia janjikan. Saya, harus bisa! Menjadikan hamba yang baik, karena Dia, adalah Tuhan yang Maha Baik.

Dan dia mengakhiri ceritanya :)