Assalamu’alaikum J
Memang tinta sudah mengering dan pena pun telah diangkat. Yang artinya, semua yang terjadi adalah takdir yang tidak dapat ditolak. Tetapi, takdir yang ditulis untuk manusia tidak hanya satu. Dan manusia mempunyai kebebasan untuk memilih. Misalnya saja, seorang anak yang memilih untuk tidur daripada sholat dhuhur terlebih dahulu. Sebenarnya, bukan takdir yang menyebabkan ia melalaikan perintah sholat wajib tersebut. Namun, dialah yang memilih untuk tidur sebelum melaksanakan sholat. Begitulah kira-kira gambaran dari takdir.
Tentang rezeki, jodoh dan kematian. Memang sudah tertulis di buku takdir kita masing-masing. Hanya saja yang tertulis adalah batasan maksimalnya. Misalnya rezeki, jika ada seseorang yang mendapatkan gaji Rp. 1.000.000,- per bulan. Bukan berarti dia tidak bisa mendapatkan lebih. Karena belum tentu yang tertulis di buku takdirnya hanya sebesar yang ia dapatkan sekarang. Tetapi, jika segala upaya telah ia kerahkan dan tetap hanya sebesar itu yang ia dapatkan, maka itulah takdirnya. Dan itulah yang terbaik bagi dirinya. Karena sekalipun Allah sangat berkuasa untuk menuliskan takdir seseorang, Dia tidak akan sewenang-wenang. Takdir yang dituliskan untuk makhluknya selalu yang terbaik.
Mengapa saya berbicara tentang takdir? Karena pernah suatu ketika saya salah mengartikan takdir. Bersama dua orang teman, saya mengikuti perlombaan karya tulis ilmiah dan berakhir dengan kekecewaan karena tidak mendapatkan satu pun juara meski karya tulis kami yang lolos lebih banyak dari peserta yang lain. Jika tim pesaing kami hanya bisa mempresentasikan 1 karya tulis, maka kami bertiga maju untuk presentasi sebanyak dua kali. Betapa masih segar memori tentang hari itu, ketika kesiapan sangat jauh dari maksimal dan kami ‘berserah diri’ pada takdir. Betapa bodohnya saya, menganggap takdir akan berpihak pada kami padahal persiapan yang kami lakukan tidak seberapa dibanding tim lain. Usaha yang sangat belum maksimal membuat kami mengandalkan takdir. Padahal takdir kami tidak hanya satu, dan secara tidak sadar kami memilih untuk menjadi loser. Begitulah, semoga pengalaman ini menjadi pelajaran. J

Surabaya

18 Sya’ban 1434 H
Assalamu’alaikum J
Pena sudah diangkat dan tinta pun telah mengering. Disinilah kita sekarang. Ditengah-tengah manusia-manusia yang sebenarnya haus akan nikmatnya iman. Ditengah-tengah manusia yang masih sibuk dengan dunianya masing-masing. Mencoba untuk memberi peringatan, karena memang itulah kewajiban kita. Bersama, dalam satu langkah, satu tujuan dan satu hati yang hanya terpaut pada-Nya. Berusaha untuk memberi yang terbaik bagi umat yang sedang “sakit parah” ini. Mencoba menyembuhkan. Semoga bisa tetap istiqomah. Aamiin.
Chemistry Islamic Studies (CIS) adalah cinta. Berhati-hatilah, karena cinta akan meminta segalanya darimu. Waktumu, keringatmu, dan semuanya. Kau tidak akan mendapat kenikmatan dunia disini. Memang bukan tempat yang disediakan Allah SWT untuk mencari dunia. Tetapi, harapan kami, semoga ini adalah jalan kecil menuju ridha-Nya. Kau tak akan mendapatkan reputasi disini, di jalan dakwah tidak ada kata reputasi, terlebih di organisasi Islam tingkat jurusan ini. Tidak akan ada yang menganggap kau hebat, keren dan lain sebagainya. Memang bukan tempatnya disini. Tetapi, itulah bedanya kita dengan yang lain. Mengemban amanah bukan demi reputasi, bukan demi atribut duniawi yang lain. Tetapi, demi Dia, demi Tuhan pencipta semesta. Demi cinta kepada-Nya kita akan berjuang di jalan dakwah ini.

Hanya orang-orang pilihan yang akan tetap istiqomah. Hanya orang-orang pilihan yang bisa mengemban amanah ini. Bukan untuk berbangga diri, tetapi untuk mengingatkan bahwa amanah ini tidak bisa dianggap remeh sekalipun objek dakwah “hanya” tingkat jurusan. Amanah ini akan memberi kita pelajaran dan kebahagiaan hanya jika kita mau. Dan kita sudah memilih untuk itu, maka akan kita dapatkan pelajaran dan kebahagiaan itu bersama, di jalan dakwah ini.
Dan ingat! Allah is watching you!

Surabaya

4 Sya’ban 1434 H
Assalamu’alaikum J
Alhamdulillah masih diberi kesempatan untuk bangun dari tidur meski tadi malam lupa baca do’a sebelum tidur. Allah SWT Mahabaik deh pokoknya. Padahal ini sudah yang kesekian kalinya. -________-
Kemarin ada acara Tabligh Akbar di Untag Surabaya dengan pembicara Ust. Yusuf Mansur. Ustadz yang terkenal dengan “sedekah”-nya dan tausiyah-tausiyahnya tentang menghafal Al-Qur’an.
Menuju ke tempat kajian tersebut bersama Qurrota dan sampai disana ternyata Ust. Yusuf sedang berceramah. Seperti biasa, ceramah yang beliau sampaikan tentang menggantungkan diri hanya kepada Allah SWT bukan kepada manusia atau yang lain. Yang ditekankan disini adalah masalah ekonomi. Beliau menganjurkan untuk tidak meminta kepada makhluk jika sedang mengalami kesulitan ekonomi atau sedang menginginkan sesuatu, tetapi meminta kepada Sang Khalik. Tetapi, bagi saya beliau sedang mencoba untuk menyadarkan kembali kepada kami bahwa Allah SWT sangat bisa dipercaya. Kebanyakan dari umat Islam ini sudah tidak percaya lagi kepada Tuhannya sendiri. Sehingga, hal-hal yang dilarang-Nya malah dikerjakan. Misalnya, pelajar/mahasiswa dilarang untuk menyontek. Karena takut mendapat nilai jelek sehingga ujung-ujungnya susah mendapatkan pekerjaan, akhirnya sebagian besar dari para penerus bangsa ini memilih untuk curang. Itu sebuah contoh kecil akibat tidak percaya kepada Allah SWT bahwa Dia adalah Mahapemberi Rizki.

humanlikeyou.org

Saya juga terkena sindrom “Tidak Percaya Lagi Kepada Tuhan” ini. Buktinya selama ini saya masih banyak melanggar perintah-Nya dan masih sangat menggantungkan diri kepada orang lain ataupun makhluk lainnya. Maka sudah seharusnya memperbarui kepercayaan itu agar tidak menjadi orang yang dzalim agar bahagia dunia dan akhirat.
Menjadi sangat bersalah kepada diri-sendiri ketika kesadaran itu ada. Kesadaran atas kualitas diri yang sangat rendah. Bahkan kepada Allah SWT tidak percaya, bagaimana mungkin saya bisa menjadi kader dakwah yang handal? Menjadi kader dakwah bukan sebuah kewajiban, melainkan suatu kewajiban. Setiap dari diri kita harus menjadi kader dakwah sebelum menjadi apapun. Sudah seharusnya kesadaran atas kualitas yang sangat rendah ini membuat saya untuk terus memperbaiki diri. Menjadi kader dakwah yang handal itu suatu keharusan. Terlebih saya adalah seorang wanita yang akan melahirkan seorang pendakwah handal, seharusnya usaha itu dimulai sejak dini dan lebih keras dari sebelumnya. Okee, mari kita coba dengan cara yang anggun J

Surabaya

30 Rajab 1434 H
Assalamu’alaikum J
“Prosesnya lebih cenderung evousioner, tapi dampaknya selalu bersifat revolusioner.”
Kalimat diatas adalah cuplikan yang saya ambil dari buku “Dari Gerakan ke Negara”-nya Anis Matta. Proses untuk menjadi manusia yang “berpikir dengan akal sehat” akan membutuhkan waktu yang sangat lama, tetapi dampak yang akan ditimbulkan akan cepat dirasakan oleh dirinya sendiri maupun oleh orang-orang sekitar. Ya! Butuh waktu yang lama, dan yang lebih penting butuh kesabaran.
Di jaman yang serba instan ini, banyak orang termasuk saya yang ingin hidup dengan nyaman dan semua kebutuhan (sinonim: keinginan) bisa langsung dinikmati dalam waktu yang tidak lama. Pemikiran yang kritis misalnya.
Saya ingin sekali menjadi orang yang tau banyak hal, yang bisa kritis terhadap segala hal (sesuai dengan porsinya) dan bisa menyumbangkan ide-ide luar biasa sebagai solusi dari permasalahan bagi orang-orang sekitar ataupun bagi suatu organisasi. Sayangnya, saya tidak bisa (=tidak mau) bersabar. Maunya yang instan-instan saja. Baca 1 atau 2 buku langsung bisa ngomong cas cis cus.
Dan saya juga bermasalah dengan niat. Niatnya lebih ke arah ingin mendapatkan pujian, bukan menyumbangkan pemikiran untuk mendapatkan solusi yang tepat atas suatu permasalahan. Ya! Saya masih bermasalah dengan niat yang tak kunjung bisa “benar”. Satu pertanyaan muncul: “Kapan saya bisa naik kelas jika ujian niat ini belum bisa saya selesaikan dengan baik?” Pertanyaan yang lumayan bikin sesak.
dan sudah tau prosesnya itu bersifat evolusioner, tetapi masih saja sempat menonton film gak jelas sejenis “First ****”. Hadeeehhh… seneng banget jadi orang geje -__________-
Bismillahirrahmanirrahim… Mari mulai berbenah! :)

Surabaya

28 Rajab 1434 H