بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Assalamu'alaikum
:)
Tanggal
29 Agustus 2013 diwarnai dengan acara pemilihan calon gubernur Jawa
Timur. Empat calon gubernur bersama wakilnya telah siap untuk dipilih
oleh masyarakat Jawa Timur. Kampanye telah dilakukan beberapa minggu
yang lalu. Usaha untuk menarik hati masyarakat agar mereka terpilih
sebagai 'pemenang' telah maksimal dilakukan. Hasilnya, tetap saja Dia
yang menentukan.
Saya
yang berasal dari Probolinggo mencoba untuk memberikan suara saya
melalui TPS di salah satu desa di Surabaya. Bersama Hajar, saya
bertanya kepada petugas.
“Pak,
saya dari Probolinggo. Bisa nggak pak saya milih disini?”.
Dengan
tegas bapaknya menjawab, “Bisa mbak. Tapi, harus ada surat dari
TPS asal dan juga surat C-6.” “Wah saya cuma bawa surat C-6 aja
Pak.”
“Kalau
begitu kami minta maaf mbak. Tanpa surat itu kami tidak berani
memberi ijin kepada mbak. Coba mbak ke kelurahan dan tanya bisa atau
ndak mbak milih disini tanpa surat pindah tempat pemilihan tersebut.”
“Oh
iyaa pak. Saya coba tanya kesana dulu.”
(Percakapan
tidak persis sama, tapi intinya sama kok)
Akhirnya
saya kembali ke kos dan meminjam motor Mbak Yani kemudian pergi ke
kelurahan. Saya bertanya kepada seorang bapak yang duduk sendirian di
dalam kantor.
“Assalamu'alaikum.
Selamat siang, Pak.”
“Wa'alaikumsalam.
Iyaa selamat siang mbak. Ada apa?”
“Begini
pak...” (menjelaskan maksud kedatangan saya)
“Oh
begitu. Sebentar yaa saya tanyakan dulu mbak.”
“Iyaa
pak.”
Beberapa
menit berlalu akhirnya kelar juga bapaknya nelpon atasannya.
“Katanya
begini mbak. Pemilih yang berasal dari daerah lain diharuskan
memiliki surat pindah tempat pemilihan yaitu surat A-8 dan juga surat
C-6. Penggunaan KTP untuk penduduk yang tidak masuk dalam daftar
pemilih tetap bisa menggunakan KTP tetapi harus memilih di daerahnya
sendiri. Jadi, saya minta maaf mbak. Memang hak kita ini dibatasi
oleh peraturan yang berlaku. Saya tidak berani mengambil keputusan
sendiri. Jadi, sekali lagi maaf yaa mbak.”
“Oh
iyaa pak. Tidak apa-apa. Saya permisi dulu pak. Terima kasih.”
“Iyaa
mbak. Sama-sama.”
Begitulah
usaha saya untuk tidak menjadi golongan putih pada pemilihan pilkada
tahun ini. Percayalah, saya benar-benar ingin menggunakan hak pilih
ini. Namun, apa daya. Benar kata bapaknya tadi, hak kita memang
terkadang dibatasi oleh peraturan yang berlaku. FYI, ini baru pertama
kali saya golput di pemilihan umum yang diadakan oleh KPU Indonesia
(Karena emang baru menjadi pemilih tetap hehe). Semoga kejadian ini
tidak terulang lagi. Aamiin
Probolinggo
29
Syawal 1434 H