Sebagian manusia merasa tidak memerlukan peraturan hidup. Mereka
menjunjung tinggi kebebasan. Bagi mereka, peraturan membuat hidup
sebakin terbatas. Mereka tak menginginkan pembatas itu. Mereka ingin
bebas sebebas-bebasnya. Sebagian dari mereka setuju untuk tidak
mengganggu orang lain dengan kebebasan yang mereka rumuskan sendiri.
Sebagian tak peduli dengan hak orang lain.
Jika dianalogikan, manusia dan peraturan itu seperti layang-layang
dan benangnya. Layang-layang memang akan terbang dengan terbatas. Ia
akan terbang sejauh benang mengijinkannya untuk meninggi. Tapi, bukankah
dengan adanya benang, layang-layang dapat terbang dengan indah? Terbang
meninggi bersama hembusan angin di atas sana. Jika tidak ada benang,
bukankah layang-layang hanya akan terkoyak oleh ranting pohon atau
terseok di tanah? Atau yang lebih buruk lagi terbakar di kabel atau
tiang listrik hingga hanya tersisa rangka yang telah menghitam?
Penting bagi layang-layang dalam memilih benang yang berkualitas.
Benang yang akan tetap menjaganya terbang dengan indah dan aman,
meninggi mendekati awan. Membatasi sekaligus menyelamatkannya dari nasib
terkoyak-terseok-terbakar. Siap menarik dan mengulur mengikuti aliran
angin agar layang-layang tetap terbang seimbang. Bukan benang tipis dan
rapuh yang siap mengantarkan layang-layang menjadi hiasan ranting pohon
atau bahan bakar kabel dan tiang listrik. Hanya Islam, satu-satunya
benang berkualitas yang cocok untuk semua jenis layang-layang :)
Catatan: Terinspirasi dari tulisan @kurniawangunadi dalam buku Hujan Matahari berjudul “Benang Layang-Layang”
Surabaya, 18 Syafar 1436 (11 Desember 2014) | @dyahokta_via