Sebagian manusia merasa tidak memerlukan peraturan hidup. Mereka menjunjung tinggi kebebasan. Bagi mereka, peraturan membuat hidup sebakin terbatas. Mereka tak menginginkan pembatas itu. Mereka ingin bebas sebebas-bebasnya. Sebagian dari mereka setuju untuk tidak mengganggu orang lain dengan kebebasan yang mereka rumuskan sendiri. Sebagian tak peduli dengan hak orang lain.
Jika dianalogikan, manusia dan peraturan itu seperti layang-layang dan benangnya. Layang-layang memang akan terbang dengan terbatas. Ia akan terbang sejauh benang mengijinkannya untuk meninggi. Tapi, bukankah dengan adanya benang, layang-layang dapat terbang dengan indah? Terbang meninggi bersama hembusan angin di atas sana. Jika tidak ada benang, bukankah layang-layang hanya akan terkoyak oleh ranting pohon atau terseok di tanah? Atau yang lebih buruk lagi terbakar di kabel atau tiang listrik hingga hanya tersisa rangka yang telah menghitam?
Penting bagi layang-layang dalam memilih benang yang berkualitas. Benang yang akan tetap menjaganya terbang dengan indah dan aman, meninggi mendekati awan. Membatasi sekaligus menyelamatkannya dari nasib terkoyak-terseok-terbakar. Siap menarik dan mengulur mengikuti aliran angin agar layang-layang tetap terbang seimbang. Bukan benang tipis dan rapuh yang siap mengantarkan layang-layang menjadi hiasan ranting pohon atau bahan bakar kabel dan tiang listrik. Hanya Islam, satu-satunya benang berkualitas yang cocok untuk semua jenis layang-layang :)
Catatan: Terinspirasi dari tulisan @kurniawangunadi dalam buku Hujan Matahari berjudul “Benang Layang-Layang”
Surabaya, 18 Syafar 1436 (11 Desember 2014) | @dyahokta_via


Katanya salah jika kita menilai seseorang begitu saja tanpa tau hal yang pernah ia alami. Katanya salah jika kita menilai seseorang dari ‘luarnya’ saja. Katanya salah jika kita menilai seseorang dari penampilannya saja, padahal iman itu ada di hati. Katanya salah jika kita menilai seseorang dari sudut pandang kita saja. Katanya semua itu salah. Ya, itu pendapat. Bisa jadi benar dan sebaliknya.
Disini, saya tidak bermaksud untuk mendebat pendapat tersebut. Saya hanya ingin menyampaikan pemikiran saya berkaitan dengan ‘menilai seseorang’. Beberapa pendapat yang saya tulis di paragraf pertama seakan melarang kita untuk menilai seseorang. Padahal, terkadang kita perlu melakukannya. Dunia ini ramai, dan terkadang kita dituntut untuk menilai satu per satu orang yang kita temui melalui informasi terbatas yang kita dapatkan. Informasi yang kadang hanya berawal dengan ‘katanya’. Informasi yang hanya kita dapatkan dari dunia maya, dari caranya menceritakan kehidupannya kepada orang lain tentang dirinya. Informasi yang kita dapatkan kadang jauh dari valid. Tapi, apa daya. Waktu mengejar, dan kita terjangkau dengan cepat. Sudah saatnya mengambil keputusan atas semua informasi yang didapat, meski itu jauh dari sempurna. Karena yang Maha Tau hanya Allah semata.
Dengan informasi itu kita menilai dan memutuskan sikap. Dengan informasi yang kita tidak tau pasti persentase kesempurnaannya, kita harus segera bertindak. Dengan informasi yang kualitasnya diragukan, kita tetap harus mempertimbangkannya untuk mengambil langkah. Bukankah, dengan informasi yang ‘seperti itu’ penilaian kita berpotensi salah? Keputusan kita tidak akan tepat? Tindakan kita akan meleset dari kebenaran? Terperosok ke jurang yang mungkin begitu dalam karena langkah yang kita ambil bercermin pada informasi itu? Bisa jadi. Namun, yang saya yakini Allah Maha Tau segalanya. Termasuk tau informasi yang cukup untuk kita mengambil tindakan. Mungkin, jika informasi dan keputusan itu salah, itulah yang harus terjadi. Kemudian kita belajar darinya, kemudian orang lain juga mengambil hikmahnya. Kemudian orang yang kita nilai (dengan salah) mendapatkan yang lebih baik. Dengan syarat, telah kita lakukan yang terbaik untuk mendapatkan informasi itu. Semua hal yang dapat dilakukan telah terlaksana dengan usaha yang maksimal. Setiap langkah untuk mendapatkan informasi dan mengambil keputusan telah kita awali dengan menyebut asma-Nya. Dan selalu memohon agar yang kita lakukan dapat membawa kebaikan untuk semua makhluk yang hadir di bumi ini. Semoga dengan begitu, penilaian dan keputusan kita sesuai menyangkan para penghuni langit. Aamiin.

Surabaya, 8 Desember 2014 @dyahokta_via
http://hdwallsource.com

Inginnya jadi seperti air. Yang tak akan pernah bisa tergores sekalipun oleh pedang seorang ksatria.
Di dunia yang semakin tua ini, perang menjadi hal yang tidak lagi dapat dihindari. Dunia semakin ramai, semakin banyak orang, semakin banyak kepentingan, tentu saja semakin banyak pertempuran yang terjadi.
Untuk menjadi pemenang, seperti kisah dalam permainan digital, kita harus mengalahkan musuh paling kuat. Orang bijak bilang musuh kita yang paling berbahaya bukan berasal dari luar, tapi dari yang paling dalam dari diri kita. Yep saya setuju.
Dalam pertempuran melawan diri sendiri ini, yang harus ditamengi adalah sisi tubuh bagian dalam. Karena ia yang sangat mungkin akan tergores atau bahkan terkoyak hingga tak berupa. Sisi dalam ini begitu rentan. Jangankan pedang, jarum kecil saja sudah cukup membuatnya menderita tak karuan.
Emmm… sebentar. Tameng ya? Apa tameng menjamin ia akan terlindungi dengan sempurna selamanya? Di tayangan televisi ataupun laptop yang pernah saya tonton (Mahabharata misalnya), tameng tidak terlalu efektif untuk melindungi tuannya dari senjata-senjata yang menari-nari di depannya. Ia hanya akan berguna jika tuannya lihai menggunakannya. Jika tidak, sekalipun memakai sepuluh tameng, maka benda itu hanya akan merepotkan diri-sendiri bahkan justru menjadi mala petaka bagi tuannya.
Lalu bagaimana? Apa cara yang efektif agar sisi dalam ini aman dari segala sesuatu yang hendak melukainya? Air! Jadikan ia seperti air. Yang tak akan pernah bisa tergores sekalipun oleh pedang seorang ksatria. Air tidak pernah mampu untuk tergores. Jika memakai bahasa Pak Sahab, air tidak memiliki potensi untuk digores. Jadi, jadikan ia air. Dengan begitu hidupmu akan aman, tak akan ada senjata apapun yang mampu melukaimu.

Surabaya, 8 November 2014 | @dyahokta_via


Di 26 yang ke-21, kuberharap Engkau membantuku memperbaiki ciptaan-Mu yang telah kuperlakukan kurang baik sedemikian rupa. Hingga ketentraman yang kau tanamkan disana layu tak berdaya. Kuberharap Engkau mau membantuku. Membuatnya tumbuh lebih baik, tak lagi rapuh seperti sebelumnya.
Kekeringan yang kuciptakan sendiri membuatku layu sendiri. Mungkin Engkau sudah pernah menyiraminya, tapi aku menolak. Aku membuat keadaan semakin parah dengan berharap pada makhluk-Mu yang lain. Padahal kuasa selalu ada pada-Mu.
Engkau dan aku sama-sama tau. Betapa kondisinya begitu buruk, tapi makhluk-Mu yang lain (mungkin) tidak mengerti. Engkau memberiku kesempatan, memperbaikinya dalam diam. Tanpa sepengetahuan yang lain, aku dengan bantuan-Mu berusaha mengembalikan kebaikan padanya. Terima kasih, itu sangat membantu.
Aku yakin, Engkau mau membantuku. Mengembalikannya ke keadaan semula. Sekalipun akan tetap ada bekas sayatan disana-sini, setidaknya keadaannya membaik. Segala puji bagimu ya Allah, atas makhluk-Mu yang bersamanya ku membuat catatan amal-amal ini. Semoga barokah dan membawa pada kebaikan. Aamiin.


Rumah, 26 Oktober 2014 (2 Muharram 1436) | @dyahokta_via
Warna catnya belum berubah. Masih berwarna hijau seperti saat terakhir aku melihatnya. Warna cat yang aku pilih saat bapak dan ibu menanyaiku. Hanya ada dua tiang penyangga di depan. Jarak antara sisi kiri dan kanan tidak lebih dari enam meter. Jika kau berhadapan dengannya, maka tiang pertama terletak pada nol meter pertama dari kiri. Tiang kedua berjarak sekitar tiga meter dari tiang pertama. Tiga meter berikutnya tanpa tiang penyangga. Atap teras tanpa penyangga ini berbentuk setengah lingkaran dengan jari-jari yang tidak panjang, melengkung dari kiri ke kanan. Karena jarak lantai teras dan lantai di sekitarnya seperempat meter, maka kami menyiapkan tangga pendek dengan hanya dua anak tangga saja. Ada di depan dan samping kiri. Di samping kiri, ada bidang miring terletak di tengah dengan lebar sekitar tiga per empat meter. Sangat memudahkan kami saat menurunkan motor dari teras.
Teras ini biasa dijadikan tempat parkir motor keluarga kami. Jika motor selesai dipakai dan akan dipakai lagi, maka ia diparkir disana. Juga tempat nyangkruk bersama tetangga. Kegiatan yang tidak biasa dilakukan di tempat rantau. Jika ingin merasakan keakraban bersama saudara atau tetangga, tempat ini menjadi salah satu tempat andalanku. Hmmm… sepertinya aku sedang merindukan tempat ini.

Surabaya, 22 Oktober 2014 | @dyahokta_via
http://hdwallsource.com

Dan alarm itu berdering lagi. Anehnya selalu pada detik yang tepat. Saat kenangan mulai menyerbu angan, dan rindu menjadi semakin tak tertahan.
Pagi yang masih begitu pekat, hingga indra belum dapat membedakan antara ia dan waktu beberapa jam sebelumnya. Kecuali indra istimewa itu, yang dititipkan Rabb pada hamba pilihan.
Kemudian memaksa terbangun. Terdorong hasrat untuk menjemput cinta. Katanya ini saat yang paling tepat. Karena pada waktu ini, cinta masih pekat. Begitu pekat, hingga dapat menderingkan alarm bernada lembut yang hanya dapat dirasakan oleh hamba pilihan.
Detik itu sudah lewat. Menyusul detik-detik yang lain. Mata masih terpejam. Begitupun hati. Menyebut nama, membilang pujian. Rentetan kalimat pengantar ketentraman. Masih tak bosan, menyebut nama dan membilang pujian. Lagi, terus. Semoga, menjadi amalan yang baik. Pengantar jiwa pada pencipta, di sisi yang baik. Aamiin.

Surabaya, 21 Oktober 2014 | @dyahokta_via
Kadang aku sendiri bingung. Berkali-kali aku melakukannya, tapi tak pernah jera mengulanginya kembali. Padahal, harus ku harus mengorbankan perasaan orang lain untuk setiap pengulangan kisah seperti ini.
Harus bagaimana? Aku tak bisa menolak perhatianmu. Setiap hal yang kau berikan, tak ingin ku menyia-nyiakannya. Karena jujur saja, aku memang menginginkan dan mengharapkannya. Apapun itu, asal darimu.
Ku tau ini salah. Tapi, aku menikmatinya. Ku pikir semuanya akan baik-baik saja jika diantara kita belum terjalin ikatan melebihi teman. Biarlah perasaan itu tumbuh seliar yang ia mau. Biarkan aku mendapatkan perhatianmu melebihi yang lain. Biarkan aku menikmati perasaan yang dibungkus tali pertemanan ini. Begitu pikirku pada awalnya.
Namun, ternyata aku masih menjadi penakut. Ketika perasaan ini mulai tumbuh dan begitu terasa, aku ingin menjauh. Ketika kau sudah berani bersikap melebihi biasanya, aku ingin semua kembali ke titik awal. Ketika tidak hanya kita yang merasakan kehadiran perasaan itu, aku ingin menyudahinya. Karena aku harus menjaga diriku dan identitasku. Karena aku ingin memiliki perbedaan dengan mereka yang belum belajar. Karena aku harus menjadi seseorang yang pantas untuk ditunggu. Maaf, lagi-lagi aku harus egois.

Surabaya, 3 Oktober 2013 | @dyahokta_via
Pernah merasa hatimu dibolak-balik seratus delapan puluh derajat? Saya pernah! Memang hanya berupa hal-hal kecil, tapi bukankah seorang bayi bisa tumbuh menjadi raksasa seperti Hagrid? Iya, gak ada hubungannya. Gak usah dipikirin.
Pertama, pengalaman saya bersama mie instant rasa soto. Dulu, saya sekali mie instant rasa soto. Tiap pengen masak mie, pilihan saya selalu jatuh pada mie instant rasa soto (jika sedang tidak ingin mie goreng, mie ayam dan mie instant rasa lainnya :P). Hingga suatu ketika tubuh saya diserang virus. Saya sakit! Panas dan mual. Pada saat lidah tak lagi bisa merasakan nikmatnya makanan enak, saya memilih mie soto sebagai makanan pokok selama sakit. Memang, saya menikmati mie tersebut. Tapi, beberapa saat setelah itu saya dipaksa untuk mengeluarkannya melalui organ yang sama saat saya memasukkannya. Rasanya tentu saja GAK ENAAAAAKKKKK!!! Sejak saat itu saya trauma, saya tidak mau lagi makan mie soto meski dalam keadaan sehat. Jangankan makan, mencium baunya saja sudah berhasil membuat saya sedikit mual. Hmmm... iya, memang berlebihan. Tapi, itulah yang terjadi. Kecintaan saya terhadap mie soto dibalik seratus delapan puluh derajat! Sangat menyedihkan, bukan? Tapi, hal itu tidak berlangsung lama. Setelah lelah membenci mie instant rasa soto, saya kemudian memberanikan diri untuk mencobanya kembali. Rasa tersebut muncul saat saya tidak lagi merasa mual saat mencium baunya. Dan ternyata berhasil! Iya, hati saya berhasil dibalik lagi seratus delapan puluh derajat! Luar biasa!
Kedua, kali ini tentang anime. Iya, yang lagi banyak digandrungi para pemuda pemudi itu loh. Awalnya, saya merasa heran. Kok ada ya yang suka sama anime Naruto yang sama sekali tidak menarik itu? Bukan Cuma kisahnya yang boongan, orangnya juga boongan! Kalian tau kan kalo yang bergerak-gerak itu Cuma gambar bukan orang? Tau kan? Terus kenapa masih suka? Apa menariknya? Dan, hmmm... saya mengerti perasaan kalian sekarang. Anime itu memang menarik! Memang kisahnya boongan. Memang orangnya juga boongan. So what? Masbuloh? Ceritanya menarik kok! Dan terkadang ada pelajaran yang bisa kita ambil. Percaya deh.
Ketiga, terong! Warnanya ungu, lambang wanita sholihah (?). Masakan terong sama sekali tidak menarik awalnya. Dan memang seperti itu hingga sekarang. Tidak ada yang menarik dari tampilan sebuah terong! Sama sekali tidak ada! Tapi, kenapa saya jadi suka padahal awalnya tidak? Jadi, ceritanya begini *benerin kerudung*. Dahulu kala waktu saya masih imut-imut, saya dan teman-teman seperguruan (?) diundang untuk membaca dhiba’ dan doa-doa oleh seorang tetangga. Setelah semuanya selesai, kami dijamu dengan masakan terong. Karena tidak ada pilihan menu lain, saya terpaksa memakan terong tersebut padahal awalnya tidak suka. Saya tidak suka bentuk dan warnanya. Jadi, saya tidak pernah makan terong sebelumnya. Saya mencoba untuk berani memakannya. Gigitan pertama. Gigitan kedua. Gigitan ketiga. Dan OMG KOK RASANYA ENAK BEGINIIIHHH??? KENAPA GAK ADA YANG NGASIH TAU KALO RASANYA ENAAAKKK??? Dan setelah itu saya mulai menyukainya. Seratus delapan puluh derajat lagi.

Keempat? Apa yang keempat? Saya cari dulu ya. Entar saya tulis disini. Oke? ;)
Entah kenapa tiba-tiba banyak yang suka lagu ini, khususnya mbak-mbak dan temen-temen sebaya saya. Bisa jadi karena faktor umur dan lingkungan.
Untuk seorang gadis seusia saya (apalagi diatas saya), perbincangan tentang ‘pernikahan’ memang sedang hits. Meski saya menarik diri dari perbincangan semacam itu. Selain karena belum menemukan alasan atas pertanyaan ‘mengapa harus menikah di usia yang begitu muda?’ juga karena belum menemukan tanda-tanda ada yang akan bersedia menyanyikan lagunya Brian McKnight (saya yakin Anda tau lagu yang saya maksud tanpa membaca tulisan ini hingga selesai) untuk Bapak saya :P
Menikah adalah sunnah Rasul. Menikah melengkapi separuh agama. Ya, saya tau itu. Saya setuju. Sama sekali tidak membantah. Dan memang tidak ada salahnya menikah di usia muda. Dari awal saya tidak menyalahkan nikah muda. Hanya saja saya belum menemukan alasan untuk menikah di usia yang begitu muda, beberapa jam setelah hari wisuda sarjana misalnya. Bagi yang sudah menemukan alasan yang tepat, silahkan saja. Bagi yang belum seperti saya tapi sudah ada calonnya dan orang tua merestui juga saya persilahkan. Bagi yang belum menemukan alasan (apalagi calon), mari bersama kita berdoa dan ‘berusaha’ yang terbaik. Semoga kita dijodohkan dengan seseorang yang ‘klop’ banget sama kita. Aamiin.

#nyanyisyeeek
Sir, I am a bit nervous about being here today
Still not real sure what I am going to say
So bare with me please if I take up to much of your time
See in this box is a ring for your oldest
She is my everything and all that I know is
It will be such a relief if I knew that we were on the same side
Cause very soon I hoping that I can...

Marry your daughter make her my wife
I want her to be the only girl that I love for the rest of my life
And give her the best of me till the day that I die
I am gonna marry your princess and make her my queen
She’ll be the most beautifull bride that I’ve ever seen
I can’t wait to smile when she walks down the aisle
On the arm of her father on the day that I marry your daughter

She’s been here every step since the day that we meet
I’m scared to death to think what whould happen if she ever left
So you don’t ever worry about me ever treating her bad
I’ve got most of my vow’s done so far
So, bring on the better or worse and till death do us part
There’s no doubt in my mind
It’s time I’m ready to start
I swear to you with all of my heart
I’m gonna...

Marry your daughter make her my wife
I want her to be the only girl that I love for the rest of my life
And give her the best of me till the day that I die
I am gonna marry your princess and make her my queen
She’ll be the most beautifull bride that I’ve ever seen
I can’t wait to smile when she walks down the aisle
On the arm of her father on the day that I marry your daughter

The first time I saw her Iswear I knew that I’d say I do
I’m gonna...

Marry your daughter make her my wife
I want her to be the only girl that I love for the rest of my life
And give her the best of me till the day that I die
I am gonna marry your princess and make her my queen
She’ll be the most beautifull bride that I’ve ever seen
I can’t wait to smile when she walks down the aisle
On the arm of her father on the day that I marry your daughter


Probolinggo

26 Ramadhan 1435 H
Sebagai seorang anak rumahan yang jarang banget kemana-mana, saya baru tau rasanya takjil pas kuliah. Tau rasanya buka di masjid selain malam Nuzulul Qur'an juga pas kuliah. Tau rasanya beli minuman yang dijual di jalanan pas ngabuburit juga waktu kuliah. Pokoknya banyak hal baru yang saya rasakan waktu kuliah. Bersyukur banget bisa kuliah di luar kota. Jadi gak terlalu kampungan gitu :P
Di masjid dekat rumah (iya masjid bukan musholla), gak pernah ada yang namanya takjil. Mungkin di kota yang berjarak sekitar 10 km dari rumah ada budaya berburu takjil. Sayang sekali, mulai dari kecil sampai hampir lulus kuliah begini belum ada budaya itu di lingkungan rumah. Bukan karena tidak ada yang mau mengantarkan makanan ke masjid, tapi hanya waktunya aja yang berbeda.
Budaya yang berlaku disini adalah budaya mengantarkan makanan saat tarawih dan tadarrus, tapi tadarrusnya hanya waktu malam hari dan ikhwan only. Karena ekonomi masyarakat disini menengah kebawah, maka tidak setiap hari ada yang mengantarkan makanan. Kadang banyak karena beberapa orang ngirimnya barengan, kadang gak ada sama sekali. Untuk menyiasatinya, dibuatlah jadwal pengiriman makanan untuk tarawih dan tadarrus. Setiap warga yang rumahnya dekat dengan masjid atau orang tua dari anak yang mengaji di masjid ini diberitau kapan mereka harus mengirim makanan tersebut. Untuk tarawih biasanya hanya berupa makanan ringan, misal krupuk atau kue-kue kecil. Kalau tadarrus biasanya makanan berat, nasi, bubur, dan semacamnya.
Sebenarnya disini juga ada budaya buka puasa di masjid, tetapi hanya pada hari Nuzulul Qur'an yaitu tanggal 17 Ramadhan yang juga sengaja ditepatkan dengan khatamnya tadarrus Al Qur'an. Selain hari itu, kami berbuka di rumah bersama keluaga masing-masing.
Selain dua 'anomali' budaya di atas, ada satu lagi budaya disini yang berbeda dengan kebanyakan daerah lain. Pada waktu menjelang berbuka, saat banyak orang sedang ngabuburit, pinggiran jalan ramai oleh penjual takjil atau buka puasa. Disini? Adem ayem. Bakso, mie ayam, mie goreng dkk memang masih buka. Tapi, tidak ada kios dadakan penjual takjil atau buka puasa disini. Situasi aman terkendali wkwkw
Tiap daerah punya budaya Ramadhan-nya masing-masing. Jangankan beda negara, beda wilayah meski masih satu provinsi aja budaya bisa berbeda 180 derajat. Beda tidak selalu berarti lawan. Dengan perbedaan, semakin berwarna dunia kita, dan tentu menjadikannya semakin indah :)

Probolinggo
26 Ramadhan 1435 H 


Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabaraakatuh...

Hari ini untuk pertama kalinya saya berhasil berfoto dengan seorang profesor hehe :p
Seorang dosen yang terlihat pendiam tetapi ternyata kocak di kelas dikukuhkan hari ini sebagai Guru Besar bidang “Karakterisasi Struktur Padatan”. Turut bahagia dan bangga atas pencapaian yang telah diperoleh Pak Didik, dosen Kimia ITS Surabaya. Beliau yang terlihat biasa saja ternyata mempunyai potensi SDM yang luar biasa. Kalau kata senior sih, “Pak Didik baru terlihat pintarnya kalau ngomong”. Hihi. Memang sih, kalau belum pernah kenal beliau pasti akan beranggapan bahwa beliau orang yang biasa saja. Tidak terlihat pintar meskipun berkacamata. Di kelas pun beliau terlihat biasa saja, mungkin memang pembawaannya seperti itu. Tapi, jika telah ‘kenal’ beliau cukup dekat seperti senior saya yang S1, S2 dan S3 menjadi anak bimbing dari Pak Didik pastilah memuji-muji beliau karena kecerdasannya. Dan hari ini, beliau ‘mengumumkan’ kecerdasannya tersebut dengan menjadi Guru Besar pada umur 43 tahun.
Lebih bangga dan bahagia ketika dicantumkan ayat Al-Qur’an 94 : 5-7 pada slide presentasi orasi ilmiah pada acara pengukuhan tersebut. Melted!
Selain Pak Didik, ada satu lagi dosen ITS Surabaya ang dikukuhkan sebagai Guru Besar pada hari ini. Namanya Pak Suminar, dosen Fisika ITS Surabaya. Dan bahagia sekali karena beliau ternyata juga seorang yang agamis seperti Pak Didik. Tercantum ayat Al-Qur’an juga pada slide presentasi beliau. Sebuah ayat yang diulang berkali-kali dalam surah Ar-Rahman. Melted (lagi)!
Menjadi seorang profesor? Siapa gak pengen coba? Tapi, entahlah, saya seorang perempuan yang harus menyediakan porsi waktu lebih lama untuk anak-anak saya. Sedangkan untuk menjadi seorang profesor, tidak sedikit waktu yang harus kita ‘korbankan’. Untuk seorang laki-laki bukan masalah besar jika ia memang menginginkan gelar tersebut, karena insyaa Allah masih ada istri yang akan membimbing dan menjaga anak-anak. Nah kalo seorang istri yang menginginkan gelar tersebut, apa iya harus mengorbankan porsi waktu yang seharusnya digunakan untuk mengurus anak-anak untuk gelar tersebut? Apa iya mau menitipkan anak-anak kepada orang lain? Masa iya suami yang diminta menggantikan kita sebagai ibunya? Jika waktu kita yang seharusnya dimiliki anak-anak tidak tersita untuk mendapatkan gelar tersebut, itu tidak masalah. Karena ibu yang baik harus memiliki ilmu yang tinggi untuk mengurus anak-anak. Yang penting anak harus diutamakan :)

Surabaya
7 Rajab 1435 (7 Mei 2014)
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh

Kita sadari bersama bahwa serentetan hal yang telah kita lakukan di atas panggung dunia ini akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Semua muslim (sepertinya) mengiyakan hal tersebut. Sedari kecil kita telah mendengarkan kalimat itu berkali-kali hingga ia masuk ke alam bawah sadar. Rasanya, amnesia parah sekalipun tak akan mampu menghilangkan informasi penting tersebut (sok tau aja sih :p ). Pertanyaannya, apakah dengan masuknya ia ke alam bawah sadar yang membuat kita tak perlu kerja keras untuk mengingatnya akan membuat kita selalu bisa memahami kalimat tersebut?
Sering kita (khususnya saya) melakukan beberapa perilaku yang berakibat dosa hingga berulang kali hingga kita ahli melakukannya. Bertaubat, tapi mengulanginya lagi (bisa disebut taubat?). Sadar bahwa hal itu salah dan hanya akan menambah tabungan dosa yang telah gendut itu -_-. Tapi, anehnya masih terus kita lakukan meskipun tak setiap saat atau setiap hari. Parahnya, seperti yang telah saya sebutkan di atas, perilaku tersebuat tak hanya satu tapi lebih! Syukur jika hanya dua, tapi seringnya lebih dari itu. Astaghfitullah... -_-
Jika sudah begini, yang kita perlukan adalah evaluasi dan komitmen. Evaluasi, perilaku berpotensi dosa apa saja yang selama ini sering kita lakukan dan alasan kita terus melakukannya. Komitmen, temukan alasan yang pas agar perbuatan dosa tersebut tak terulang kembali. Dan satu lagi, istiqomah!
Karena dosa kita tak hanya akan berdampak pada diri sendiri, tapi orang lain juga. Air yang keruh bisa mengeruhkan air sekitarnya. Maka, jangan jadi air keruh!

Surabaya
11 Rabi'ul Akhir 1435 H
Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh…

Jadi, ceritanya saya sedang tertarik untuk menciptakan sebuah karya berupa puisi hehehe. Berikut puisi hasil mikir-tapi-gak-mikir saya, boleh dibaca kok wkwkw


Bertemu, Sebentar Saja

Sejujurnya ku ingin
Bertemu denganMu di setiap waktu pertemuan itu
Di setiap peristirahatan dari dentang waktu yang tak berhenti
Di setiap hela nafas lelah tanda seharian berpacu dengan waktu

Sejujurnya ku ingin
Berbincang-bincang denganMu
Di setiap kata yang terucap atas kehendakMu
Di setiap pelafalan kata yang Engkau tentukan bunyinya

Sejujurnya ku ingin
Selalu bersamaMu, di dunia yang sebentar ini
Untuk kemudian, berada dalam jannahMu di kehidupan selanjutnya
Yah… ku inginkan itu

Surabaya

1 Jumadil Akhir 1435 H
Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh…

Alhamdulillah. Kali kedua saya menemui dokter gigi cantik biayanya tidak semahal pertama, dan tidak semurah yang ketiga -___-
Pertama kali ke klinik itu (14/02), dokter cantik hanya membersihkan gigi dan memberikan saya obat untuk radang (entah radang entah pendarahan, tulisannya tidak begitu jelas) dan nyeri biayanya Rp. 98.000,-. Ditambah antibiotik yang harus beli ke apotek seharga Rp. 10.200,-. Alhamdulillah… obat nyerinya manjur, hihi.
Kedua kalinya (18/02) gigi unyu ini dibersihkan lagi (tidak seseram pencucian pertama kali) dan ditambal sementara yang ternyata (baru saya tau) juga berfungsi sebagai obat, jadi duofungsi gitu. Kata dokter cantik, obat ini memberikan efek rasa kemeng pada gigi. Memang dua hari setelah kunjungan kedua ke klinik ini, gigi terasa agak sakit jika beradu dengan gigi di atasnya.
Ketiga kalinya (22/02) dibersihkan zat penambal sementara (yang sudah mulai berwarna kuning, mungkin efek kopi) yang melindungi lubang gigi dari amukan makanan yang saya makan, dibersihkan hingga ke akar gigi (yang ini agak menyiksa), disuntikkan obat cair (tapi kok gak sakit ya? Apa Cuma dialiri aja?) dan ditambal kembali, masih tambal sementara. Dan warna bahan penambalnya pun masih sama, putih. Demi suksesnya pengobatan ketiga ini saya harus merogoh kocek sebesar Rp. 110.000,- yang membuat ibu bertanya,”Kok lebih mahal dari yang kedua?”. Karena prosesnya lebih panjang kali ya #yakali.
Keempat kalinya (26/02) dan ternyata belum terakhir. Kapas unyu yang dimasukkan sampai ke akar gigi ternyata masih berwarna coklat kata dokter. Baru saya tau. Ternyata selama penambalan sementara, dokter cantik memasukkan dua kapas unyu hingga ke akar gigi. Dan warna dari kapas unyu ini yang akan menentukan pertemuan terakhir saya dengan dokternya (untuk alasan penambalan gigi). Warna hitam atau coklat mengindikasikan adanya bakteri yang masih betah berhabitat di akar gigi saya. Jika telah putih warnanya, maka gigi saya siap ditambah permanen.
Kelima kalinya (5/03) daaaaaaannn warna kapas unyu telah putiiiiiiihhh seputih-putihnya. Hehe *nyengir kuda*. Jadi, gigi saya siap untuk ditambal permanen. Yes! Pertama, dokter membersihkan tambal sementara. Kemudian, membersihkan gigi bolong ini sampai benar-benar sih. Kebayang kalau sampai ada kotoran padahal sudah ditambal permanen #dih. Langkah ketiga adalah menambalnya dengan suatu bahan yang warnanya sama dengan gigi, putih agak transparan kekuningan dikit gitu lah pokoknya. Dan untuk memeriksa apakah bahan tambal permanen ini berlebih atau tidak, saya diminta untuk menggigit kertas hitam berukuran kira-kira 1 x 1 cm. Alhamdulillah… (katanya sih) sudah pas. Rasa ganjal yang masih terasa akan hilang seiring dengan kesuksesan tetangga gigi yang dahulunya bolong ini dalam proses adaptasinya. Semua akan baik-baik saja (kata dokter). Percaya gak percaya sih. Karena (saya rasa) pasti ada perpolitikan disini #apasih. Mungkin saya telah dipolitiki sama dokternya sejak awal bertemu #apalagi. Dan untuk pertemuan terakhir ini (untuk alasan penambalan gigi) biayanya sebesar Rp. 210.000,- yang hanya bisa bayar sebesar Rp. 100.000,- malam itu wkwkw. Memang sih ya, tampang saya yang polos ini cukup bisa menipu lumayan banyak orang :p Karena tak ingin gagal masuk surge hanya gara-gara duit ce pek ceng, maka keesokan malamnya saya kembali dan melunasi seua hutang saya hahaha
Rasanya? Rasanya ditambal atau rasa tambal giginya? Rasanya ditambal itu seru banget. Ongkosnya juga gak kalah seru. Kalau rasa tambal giginya…ummm…agak sedikit rishi sih awalnya. Seperti ada yang ganjil waktu mengunyah atau melakukan aktivitas gigi yang lain. Kalau pengen tau detailnya, silahkan lubangi gigi Anda (bagi yang belum berlubang) lalu adukan ke dokter gigi :p

Surabaya

1 Jumadil akhir 1435 H
Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh…

Beberapa minggu terakhir, dunia berita dihebohi dengan peristiwa pembunuhan Ade Sara, hilangnya pesawat MH37 milik Malaysia Airlines dan Jokowi yang ternyata jadi nyapres. Hampir seluruh ‘tempat’ memberitakan hot news tersebut. Saya turut berduka cita atas dua berita pertama dan no comment untuk berita terakhir #ifyunowwotimin.
Dan tentang dunia saya, masih berkutat dengan kuliah, kolokium, amal yaumi, hafalan, TOEFL dan Turki. Belum berubah entah sudah sejak kapan. Yang pasti saya belum bisa memaksa diri untuk move on ke masalah yang lain. Entah sampai kapan -_-
Tentang kuliah, saya berusaha untuk tak terlelap saat jam kuliah berlangsung. Tentang kolokium, saya masih berusaha memahaminya dengan baik, seperti dia yang terus berusaha tanpa lelah untuk mengerti saya (bahwa saya masih males-malesan-tapi-sok-rajin untuk mengerjakannya wrrrrrrr). Tentang amal yaumi, ini sangat bermasalah. Tentang hafalan, taka da bedanya dengan amal yaumi. Tentang TOEFL, yah… beberapa dia tak saya perhatikan. Tentang Turki, saya masih mengimpikannya J
Cemburu dan iri sekali dengan seorang yang berhasil memaksa dirinya untuk terus meningkatkan kualitas diri demi kebermanfaatannya di tengah-tengah masyarakat. Kuliahnya? Lancar syekali. Kolokium? Entah di jurusannya ada mata kuliah ini atau tidak, tapi saya yakin pasti baik-baik saja. Amal yaumi? Oh semua patut diajungi jempol. Hafalan? Josh! TOEFL? Ngomongnya cas cis cus sudah. Turki? Rasanya mudah jika memang kesana tujuan masa depannya.
Sejujurnya, saya tak tau siapa yang saya maksud pada paragraf sebelumnya. Tapi saya masih PD, bahwa masih ada muslim(ah) josh seperti dia. Banyak bahkan (aamiin). Entah apa makanan mereka, yang pasti mereka mendapatkan yang ‘banyak’ karena memang melakukan yang banyak. Saya? -_- tapi masih tetap cemungud J

Surabaya
24 Jumadil Akhir 1435 H


Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh…

Pagi ini diawali dengan menutup mata dengan topi jaket saat mendengar pembicaraan antar panitia akhwat tatsqif yang diadakan oleh FSLDK Surya bertempat di kampus UWKS ( plesetannya “Universitas Wow Keren Sekali” wkwkw ) untuk mulai membangunkan peserta sekitar jam 02.00 WIB, berharap bisa menghindar dari ‘serbuan fajar’ itu wkwkw. Alhamdulillah jurus yang saya lancarkan berhasil, setidaknya bisa tetap menikmati tidur beralaskan lantai ini 25 menit lebih lama dari yang lain. Ehehe.
Kemudian aktivitas produktif pagi ini dilanjutkan dengan sholat tahajud, taubat, hajat dan ditutup dengan witir. Luar biasa ya akhwat-akhwat FSLDK Surya ini ehehe. Semoga istiqomah ya, ibadah luar biasa ini akan lebih baik jika dibiasakan #selftalk.
Beberapa menit setelah tilawah, adzan subuh menyapa sang fajar yang masih terlalu malu untuk menampakkan diri. Mulailah kami sholat subuh dan ber-al ma’tsurat ria. Dilanjutkan dengan entah kegiatan apa, yang pasti saya, mbak I***h, dek T**I dan dek R***a pulang duluan karena ada agenda lain #soksibuk.
Menyusuri jalan yang agak sepi. Senang sekali bisa bermanuver lamban kencang seperti siput Valentino Rossi (sekarang yang paling jago MotoGP siapa ya? #kudet). Jarang-jarang nih ber-motor ria pagi-pagi begini wkwkw.
Sampai di Keputih, mampir dulu menyapa ibu penjual nasi ehehe. Udah laper, kudu sarapan hari ini (efek gak sarapan berhari-hari). Nasi dan lauk dibungkus, cus pulang ke kos. Nyampek kos langsung makan dan Alhamdulillah kenyang. Ehehe.
Urusan perut selesai, urusan kepo belum. Kali ini saya punya partner, salah satu adek kos yang bernama N**i. Muter-muterin facebook sejak beberapa jam yang lalu akhirnya N**i nemu tulisan bagus. Tulisan menarik itu berjudul apa ya *mikir*. Lupa, pokoknya tentang urgensi bergerak. Intinya himbauan untuk bergerak, agar hidup lebih bermanfaat.
Setuju. Memang gak baik tidur terus. Apalagi kalau sudah tidur tapi tidur lagi. Capek. Pegel. Serius deh. Bukan sehat malah sebaliknya #selftalk. Tapi, kok rasa-rasanya akhir-akhir ini saya bergerak tapi diam ya #istighfar. Iya memang gak tidur. Iya memang gak seharian di kosan. Iya memang pagi-pagi udah ke kampus sampai malam. Tapi kok kolokium begitu-begitu aja ya. Tapi kok hafalan segitu-segitu aja ya. Tapi kok tapi kok tapi kok -___-
Yah ternyata saya baru paham. Pengertian bergerak pada tulisan hasil kepo di atas ternyata bukan definisi secara bahasa, tapi harfiah *tsah. Asal bergerak tapi tak bermanfaat, apalah artinya. Diem aja melototin laptop tiap hari, ternyata sedang kultwit status yang bermanfaat, sedang membuat slide presentasi, sedang mengerjakan tugas kuliah, sedang muroja’ah atau menambah hafalan dan lain-lain. Bukan asal bergerak, tapi gerak yang bermanfaat #selftalk #lagi.

Surabaya

1 Jumadil Awwal 1435 H