Assalaamu’alaikum
Warahmatullaahi Wabaraakatuh...
Hari
ini untuk pertama kalinya saya berhasil berfoto dengan seorang profesor hehe :p
Seorang
dosen yang terlihat pendiam tetapi ternyata kocak di kelas dikukuhkan hari ini
sebagai Guru Besar bidang “Karakterisasi Struktur Padatan”. Turut bahagia dan
bangga atas pencapaian yang telah diperoleh Pak Didik, dosen Kimia ITS
Surabaya. Beliau yang terlihat biasa saja ternyata mempunyai potensi SDM yang
luar biasa. Kalau kata senior sih, “Pak Didik baru terlihat pintarnya kalau ngomong”. Hihi. Memang sih, kalau belum
pernah kenal beliau pasti akan beranggapan bahwa beliau orang yang biasa saja. Tidak
terlihat pintar meskipun berkacamata. Di kelas pun beliau terlihat biasa saja,
mungkin memang pembawaannya seperti itu. Tapi, jika telah ‘kenal’ beliau cukup
dekat seperti senior saya yang S1, S2 dan S3 menjadi anak bimbing dari Pak
Didik pastilah memuji-muji beliau karena kecerdasannya. Dan hari ini, beliau ‘mengumumkan’
kecerdasannya tersebut dengan menjadi Guru Besar pada umur 43 tahun.
Lebih
bangga dan bahagia ketika dicantumkan ayat Al-Qur’an 94 : 5-7 pada slide presentasi orasi ilmiah pada acara
pengukuhan tersebut. Melted!
Selain
Pak Didik, ada satu lagi dosen ITS Surabaya ang dikukuhkan sebagai Guru Besar
pada hari ini. Namanya Pak Suminar, dosen Fisika ITS Surabaya. Dan bahagia
sekali karena beliau ternyata juga seorang yang agamis seperti Pak Didik. Tercantum
ayat Al-Qur’an juga pada slide
presentasi beliau. Sebuah ayat yang diulang berkali-kali dalam surah Ar-Rahman.
Melted (lagi)!
Menjadi
seorang profesor? Siapa gak pengen coba?
Tapi, entahlah, saya seorang perempuan yang harus menyediakan porsi waktu lebih
lama untuk anak-anak saya. Sedangkan untuk menjadi seorang profesor, tidak
sedikit waktu yang harus kita ‘korbankan’. Untuk seorang laki-laki bukan
masalah besar jika ia memang menginginkan gelar tersebut, karena insyaa Allah
masih ada istri yang akan membimbing dan menjaga anak-anak. Nah kalo seorang
istri yang menginginkan gelar tersebut, apa iya harus mengorbankan porsi waktu
yang seharusnya digunakan untuk mengurus anak-anak untuk gelar tersebut? Apa iya
mau menitipkan anak-anak kepada orang lain? Masa iya suami yang diminta menggantikan
kita sebagai ibunya? Jika waktu kita yang seharusnya dimiliki anak-anak tidak
tersita untuk mendapatkan gelar tersebut, itu tidak masalah. Karena ibu yang
baik harus memiliki ilmu yang tinggi untuk mengurus anak-anak. Yang penting
anak harus diutamakan :)
Surabaya
7 Rajab 1435 (7
Mei 2014)