Di 26 yang ke-21, kuberharap Engkau membantuku memperbaiki ciptaan-Mu yang telah kuperlakukan kurang baik sedemikian rupa. Hingga ketentraman yang kau tanamkan disana layu tak berdaya. Kuberharap Engkau mau membantuku. Membuatnya tumbuh lebih baik, tak lagi rapuh seperti sebelumnya.
Kekeringan yang kuciptakan sendiri membuatku layu sendiri. Mungkin Engkau sudah pernah menyiraminya, tapi aku menolak. Aku membuat keadaan semakin parah dengan berharap pada makhluk-Mu yang lain. Padahal kuasa selalu ada pada-Mu.
Engkau dan aku sama-sama tau. Betapa kondisinya begitu buruk, tapi makhluk-Mu yang lain (mungkin) tidak mengerti. Engkau memberiku kesempatan, memperbaikinya dalam diam. Tanpa sepengetahuan yang lain, aku dengan bantuan-Mu berusaha mengembalikan kebaikan padanya. Terima kasih, itu sangat membantu.
Aku yakin, Engkau mau membantuku. Mengembalikannya ke keadaan semula. Sekalipun akan tetap ada bekas sayatan disana-sini, setidaknya keadaannya membaik. Segala puji bagimu ya Allah, atas makhluk-Mu yang bersamanya ku membuat catatan amal-amal ini. Semoga barokah dan membawa pada kebaikan. Aamiin.


Rumah, 26 Oktober 2014 (2 Muharram 1436) | @dyahokta_via
Warna catnya belum berubah. Masih berwarna hijau seperti saat terakhir aku melihatnya. Warna cat yang aku pilih saat bapak dan ibu menanyaiku. Hanya ada dua tiang penyangga di depan. Jarak antara sisi kiri dan kanan tidak lebih dari enam meter. Jika kau berhadapan dengannya, maka tiang pertama terletak pada nol meter pertama dari kiri. Tiang kedua berjarak sekitar tiga meter dari tiang pertama. Tiga meter berikutnya tanpa tiang penyangga. Atap teras tanpa penyangga ini berbentuk setengah lingkaran dengan jari-jari yang tidak panjang, melengkung dari kiri ke kanan. Karena jarak lantai teras dan lantai di sekitarnya seperempat meter, maka kami menyiapkan tangga pendek dengan hanya dua anak tangga saja. Ada di depan dan samping kiri. Di samping kiri, ada bidang miring terletak di tengah dengan lebar sekitar tiga per empat meter. Sangat memudahkan kami saat menurunkan motor dari teras.
Teras ini biasa dijadikan tempat parkir motor keluarga kami. Jika motor selesai dipakai dan akan dipakai lagi, maka ia diparkir disana. Juga tempat nyangkruk bersama tetangga. Kegiatan yang tidak biasa dilakukan di tempat rantau. Jika ingin merasakan keakraban bersama saudara atau tetangga, tempat ini menjadi salah satu tempat andalanku. Hmmm… sepertinya aku sedang merindukan tempat ini.

Surabaya, 22 Oktober 2014 | @dyahokta_via
http://hdwallsource.com

Dan alarm itu berdering lagi. Anehnya selalu pada detik yang tepat. Saat kenangan mulai menyerbu angan, dan rindu menjadi semakin tak tertahan.
Pagi yang masih begitu pekat, hingga indra belum dapat membedakan antara ia dan waktu beberapa jam sebelumnya. Kecuali indra istimewa itu, yang dititipkan Rabb pada hamba pilihan.
Kemudian memaksa terbangun. Terdorong hasrat untuk menjemput cinta. Katanya ini saat yang paling tepat. Karena pada waktu ini, cinta masih pekat. Begitu pekat, hingga dapat menderingkan alarm bernada lembut yang hanya dapat dirasakan oleh hamba pilihan.
Detik itu sudah lewat. Menyusul detik-detik yang lain. Mata masih terpejam. Begitupun hati. Menyebut nama, membilang pujian. Rentetan kalimat pengantar ketentraman. Masih tak bosan, menyebut nama dan membilang pujian. Lagi, terus. Semoga, menjadi amalan yang baik. Pengantar jiwa pada pencipta, di sisi yang baik. Aamiin.

Surabaya, 21 Oktober 2014 | @dyahokta_via
Kadang aku sendiri bingung. Berkali-kali aku melakukannya, tapi tak pernah jera mengulanginya kembali. Padahal, harus ku harus mengorbankan perasaan orang lain untuk setiap pengulangan kisah seperti ini.
Harus bagaimana? Aku tak bisa menolak perhatianmu. Setiap hal yang kau berikan, tak ingin ku menyia-nyiakannya. Karena jujur saja, aku memang menginginkan dan mengharapkannya. Apapun itu, asal darimu.
Ku tau ini salah. Tapi, aku menikmatinya. Ku pikir semuanya akan baik-baik saja jika diantara kita belum terjalin ikatan melebihi teman. Biarlah perasaan itu tumbuh seliar yang ia mau. Biarkan aku mendapatkan perhatianmu melebihi yang lain. Biarkan aku menikmati perasaan yang dibungkus tali pertemanan ini. Begitu pikirku pada awalnya.
Namun, ternyata aku masih menjadi penakut. Ketika perasaan ini mulai tumbuh dan begitu terasa, aku ingin menjauh. Ketika kau sudah berani bersikap melebihi biasanya, aku ingin semua kembali ke titik awal. Ketika tidak hanya kita yang merasakan kehadiran perasaan itu, aku ingin menyudahinya. Karena aku harus menjaga diriku dan identitasku. Karena aku ingin memiliki perbedaan dengan mereka yang belum belajar. Karena aku harus menjadi seseorang yang pantas untuk ditunggu. Maaf, lagi-lagi aku harus egois.

Surabaya, 3 Oktober 2013 | @dyahokta_via