http://hdwallsource.com/

Kata orang, setiap dari kita punya masa lalu yang ingin dihapus. Diganti dengan masa yang lebih indah, lebih berharga. Setuju sih. Aku punya masa lalu yang seperti itu. Ingin ku hapus, sayangnya tak bisa. Yang bisa kulakukan hanya menyembunyikannya dari orang-orang baru yang hadir di masaku kini. Dengan topeng, aku berhasil melakukannya. Tak ada yang tau tentang rupa kisah yang pernah kulalui di masa sebelumnya, termasuk kamu. Dengan topeng, aku merasa lebih baik. Merasa lebih leluasa melakukan hal-hal baik bersamamu. Menikmati hari, melukis asa bersama disana. Dengan topeng, aku merasa lebih percaya diri. Tak lagi terhantui oleh masa laluku sendiri. Lebih enak begini, memakai topeng. Tak apa kan aku memakai topengku?
Seperti yang lain, aku tak nyaman ketika seseorang tau tentang masa lalu itu. Terlebih kamu, meski hanya sedikit. Meski kau juga pernah bilang, “Setiap kita punya masa lalu yang ingin dihapus”, aku tetap tak ingin membaginya denganmu. Bagaimana jika masa lalu itu ternyata diluar jangkauan anganmu? Akankah kau tetap sama, tak berubah sama sekali? Aku tak yakin. Maka, biarkan aku memakai topengku. Dengannya aku merasa lebih baik.
Kita tak harus tau jalan dibelakang kita masing-masing untuk menapaki bersama jalan didepan, bukan? Toh jalan itu tak akan lagi kita tapaki. Kita akan mengambil pelajaran darinya untuk melewati jalan didepan. Kita akan berjalan, berlari, duduk, tersenyum dan berjalan lagi tanpa kisah masa itu. Aku tetap dengan topengku. Dan kau tetap bisa menatapku tanpa terhalang topengku. Kita akan saling bertatapan, saling tersenyum, dan saling menguatkan. Karena jalan didepan masih panjang.
Sepertinya aku pelu minta maaf atas masa yang kini membuatku ingin terus memakai topeng. Aku perlu meminta maaf atas diri yang tak bisa kujaga untukmu dimasa sebelumnya. Aku sudah minta maaf, kau memaafkanku kan? Sebelum bertemu denganmu aku sudah berjanji tak akan lagi membuat diriku harus memakai topeng hingga berlapis-lapis. Kuusahakan untuk tak mengulanginya lagi. Aku mau menjadi lebih baik. Aku mau memiliki masa yang penuh dengan lukisan indah seperti masa yang kau miliki. Aku ingin masa yang dianugerahkan kepadaku ini menjadi salah satu masa yang berharga dari sekian masa yang ada di dunia ini. Maukah kau membantuku melukis masa indah itu? Tak apa kan aku memakai topengku?
Pernah terpikir untuk menceritakan semuanya padamu, hingga tak ada lagi sisa di masa itu, hingga aku tak perlu lagi memakai topeng. Hingga kubaca sebuah kisah tentang seorang pemuda yang bertanya kepada Umar bin Khattab. Sang pemuda ini hendak melamar seorang gadis dan ia resah akan masa lalunya. Lalu ia bertanya kepada Khalifah Umar, “Ya Khalifah, aku ingin meminang seorang gadis. Tetapi aku tidak berani, khawatir karena aku pernah berzina ketika aku belum menerima Islam. Apakah aku harus menceritakan bahwa aku pernah berzina?”. Lalu Khalifah menjawab, “Celakalah kamu! Bagaimana kamu bisa menceritakan apa yang sudah Allah tutupi sebagai aibmu setelah kamu mengenal Islam? Pergilah!”. Aku mengambil nasehat Khalifah Umar ini hingga aku harus memakai topeng didepanmu. Memang aibku tak seberat aib sang pemuda tersebut, tapi tak apa kan aku memakai topengku?
Aku sudah menerima masa laluku. Karena ia tak bisa kuubah, apalagi dihapus. Yang bisa kulakukan kini hanyalah menciptakan masa yang bisa kubanggakan, yang bisa kau banggakan. Agar masa lalu itu tak lagi bisa menjangkauku, terhalang oleh masa-masa indah yang kita lukis bersama. Jika topeng yang kupakai tak menghalangi langkah kita justru malah mengukirkan senyum yang lebih indah, tak apa kan aku memakai topengku? J


Rumah, 21.01.2015 | Dyah Oktavia
http://hdwallsource.com/

Pemuda/i umur 20an biasanya suka berangan-angan tentang pasangan yang sudah ditakdirkan untuknya. Ada yang sudah menggandeng seseorang yang ia kira adalah takdirnya. Ada juga yang masih bersabar menjaga hati untuk si dia yang juga sedang menjaga hati untuknya. Meski berbeda status, mereka tetap sama-sama sedang berangan-angan. Yang sudah punya gandengan bertanya-tanya, “Mungkinkah dia jodohku?”. Yang masih sendiri bertanya-tanya, “Siapakah kau wahai takdirku?”.
Berangan-angan tentang pasangan, paling seru bagi yang masih jomblo. Kenapa? Karena mereka (kami, sih) sama sekali belum punya gambaran seperti apa pasangan mereka (kami, sih). Berbeda dengan yang sudah punya gandengan, setidaknya mereka sudah punya bayangan tentang pasangannya. Bagi jomblo, angan-angan tentang pasangan ini tidak akan ada habisnya. Terlebih bagi yang belum serius mencari ‘target’, bayangan tentang pasangan bisa sangat bervariasi. Mulai dari manusia normal hingga yang serupa alien (ya kali). Mulai dari orang-orang sekitar hingga bintang hollywood nun jauh tak terjangkau disana wkwkw. Jomblo memang banyak maunya, beda sama yang sudah punya gandengan. Mereka cenderung lebih realistis :P
Karena pada kata ‘pasangan’ ada kata ‘pas’, maka yang tidak ‘pas’ hanya akan jadi ‘angan’. Selanjutnya mereka akan melayang terbang bebas, menghilang entah kemana. Dan tergantikan oleh dirinya yang sekarang ada di sampingmu dan memenuhi anganmu. Penuh, hingga tak ada tempat untuk yang lain J
Pasangan, ‘pas’ di ‘angan’. Sebelum penghuni langit dan bumi menyatakan sah atas ikatan yang terjalin diantara dua orang manusia, tidak akan pernah ada yang pas di angan. Sebelum ijab dan qobul itu diucapkan, masing-masing masih bertanya-tanya sambil memantapkan hati. Tetapi, ketika seluruh penghuni langit dan bumi mengucapkan ‘sah’ atas hubungan yang terjalin, mungkinkah dia belum pas dalam anganmu? Setelah kedua orang tua, keluarga, saudara, tetangga, sahabat, teman berbahagia atas kesahan hubungan kalian, akankah masih ada yang kurang pas dalam anganmu? Bahkan agamamu pun telah genap, pas! Dan Allah telah menghalalkan yang sebelumnya haram kalian lakukan. Apalagi yang kurang? Tentu semuanya sudah ‘pas’ di ‘angan’ :D

Note: Maafkan atas tulisan hasil pemikiran sotoy dari jomblo ini. Hanya ingin mengajak bersabar untuk dia yang juga bersabar untuk kita. Bersabar untuk yang ‘pas’ menurut Allah bukan menurut kita. Jika tulisan di atas tidak bisa menyampaikan ajakan saya, setidaknya saya sudah menyampaikannya melalui ‘note’ mini ini wkwkw. Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk membaca blog saya. Terima kasih banyak J


Rumah, 20.01.2015 | Dyah Oktavia
http://hdwallsource.com/

Secara umum, ada dua macam manusia di dunia ini. Yang pertama adalah manusia yang baik perkataan dan perbuatannya. Yang kedua adalah manusia yang tidak baik dalam kedua hal. Meski sangat berlawanan, keduanya mempunyai sifat yang sama. Salah satunya adalah egois. Perbedaannya bukan terletak pada kadarnya, tapi pada cara mereka menggunakan keegoisan tersebut dalam kesehariannya. Pertama kita harus menyamakan definisi dari kata ‘egois’. Disini saya mengartikan ‘egois’ sebagai usaha seseorang dalam mendapatkan kebaikan untuk dirinya sendiri. Segala bentuk kegiatan yang ia lakukan ditujukan untuk kebaikannya sendiri.
Manusia jenis pertama menggunakan keegoisannya untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Mereka percaya dan mengamalkan satu prinsip yang sudah diketahui oleh banyak orang, yaitu “Jika kamu berbuat baik pada seseorang, maka akan ada orang yang berbuat baik padamu.” Kalimat yang cukup sederhana tetapi tak banyak orang dapat melakukannya. Manusia jenis pertama ini paham betul akan kalimat tersebut. Mereka percaya bahwa semua kebaikan yang mereka lakukan kepada orang lain akan kembali kepada diri mereka sendiri dan penelitian yang dilakukan oleh para ahli pun sudah membuktikan hal itu. Dengan kata lain, mereka melakukan kebaikan untuk diri-sendiri.
Manusia jenis kedua kurang pandai dalam memanfaatkan keegoisan mereka. Bukan untuk mendapatkan keuntungan malah sebaliknya. Mereka tidak percaya pada kalimat yang merupakan prinsip manusia jenis pertama. Mereka benar-benar melakukan segala sesuatu untuk diri-sendiri, tidak pernah atau jarang sekali berbuat baik kepada orang lain. Karena menurut mereka jika memberikan sesuatu maka sesuatu itu akan hilang darinya dan berpindah pada orang lain. Tidak akan pernah kembali dalam bentuk apapun sehingga yang mereka miliki akan berkurang. Dan terus berkurang jika mereka tetap memberikannya pada orang lain hingga pada akhirnya mereka tidak memiliki apa-apa. Wajar saja jika mereka enggan untuk berbagi dengan sesamanya.
Kedua jenis manusia di atas akan memberikan dampak yang berbeda bagi kehidupan. Manusia jenis pertama jelas akan memberikan dampak yang baik karena tidak hanya dia yang akan menerima kebaikan, tetapi juga orang lain. Manusia jenis kedua sebaliknya, bukan hanya dia yang akan tidak akan menerima kebaikan tetapi juga orang lain. Sudah sangat jelas perbedaan antara keduanya, kita tinggal memilih ingin menjadi manusia jenis pertama atau kedua. Semoga tidak salah pilih J


Surabaya, 12.01.2015 | @dyahokta_via
http://hdwallsource.com/

“Katanya suka hujan? Kalo hujan turun kok malah menghindar? Bohong!”
Baiklah, saya akan menjawabnya. Sebenarnya saya tipe orang yang introvert. Tapi, untuk menjawab pertanyaan ini saya perlu sedikit membuka ‘rahasia kecil’ saya melalui tulisan ini. InsyaAllah saya sudah ikhlas menerima bahwa dunia akan tau ‘rahasia kecil’ ini. Ehem.
Alasan pertama, tau kan kalau sedang musim hujan jemuran itu susah keringnya? Dan kalau sudah berhari-hari menginap di jemuran baunya mengharuskanmu untuk mencucinya lagi. Coba bayangkan! Kamu harus mencuci lagi baju yang sudah kamu tunggu berhari-hari agar kering tapi ternyata harus dicuci lagi gara-gara aromanya seharum bunga bangkai. Dan jangan lupakan tumpukan cucian lain yang hadir sesaat setelah kamu berhasil mencuci cucian pertama. Numpuk! Mending kalau masih ada baju di lemari yang bisa dipakai. Nah kalau nggak ada gimana?
Alasan kedua, sayang diri-sendiri. Saya bukan tipe wanita tangguh yang tetep sehat meski dihempas batu jalanan. Memang tidak serapuh dandelion yang cuma ditiup langsung melayang sih. Tapi, dengan kondisi jasmani dan rohani saya seperti ini, saya belum berani hujan-hujanan karena jika hal yang tidak diinginkan terjadi (dibaca: sakit) akan dapat meresahkan dan merepotkan banyak orang. Meresahkan keluarga di rumah dan merepotkan adek-adek kost.
“Tapi kan, kalau sudah suka apapun akan dikorbankan. Yah kalau sukanya beneran sih.”
Kita beda pendapat disini. Perasaan suka tidak harus membuat kita menderita. Menderita akan sesuatu bukan berarti kita menyukainya. Begitu sebaliknya, jika kita tidak menderita akan sesuatu bukan berarti kita tidak menyukainya. Jujur saya tidak mengerti alasan saya menyukai hujan. Perasaan suka itu hadir begitu saja. Sama seperti perasaan kalian yang suka pantai, senja, dan lain sebagainya. Bisa jelaskan kenapa kalian menyukainya? Oke, kalian punya alasan. Karena di pantai kalian bisa main pasir atau main air atau alasan lainnnya. Yang suka senja, karena senja itu menenangkan dan lain sebagainya. Tapi, untuk hal-hal lainnya yang mirip dengan kalian sukai itu, kenapa kalian tidak menyukainya juga? Misal, sunrise dan sunset warnanya sama-sama oranye kan? Lalu kenapa kalian lebih memilih senja untuk dikagumi? Akuilah. Kadang menyukai sesuatu tidak butuh alasan. Rasa suka itu hadir begitu saja dengan membawa ketentraman hati. Memang kita bisa menyampaikan alasan atas rasa suka tersebut. Tapi, percaya deh. Rasa suka itu hadir sebelum ada alasan yang kalian sebutkan tadi. Awalnya kita tidak punya alasan menyukainya, tapi karena ada pertanyaan maka kita menyiapkan jawabannya. Emmm... kenaa jadi panjang begini ya wkwkw. Sebenarnya yang ingin saya sampaikan adalah untuk berkorban demi sesuatu yang kita sukai tidak harus ‘bersentuhan’ dengannya. Terkadang menjaga jarak adalah pengorbanan yang paling tepat agar satu sama lain tidak saling menyakiti dan juga tidak membawa ketidaknyamanan bagi makhluk lain disekitarnya. Analogi yang biasa digunakan orang untuk menggambarkan kondisi seperti ini adalah matahari dan bumi. Mendekat berarti saling menghancurkan, menjaga jarak justru akan menyelamatkan banyak kehidupan.
Saya suka hujan. Gemericiknya menenangkan. Membuat saya merasa tidak sendiri meski sebenarnya sedang sendiri di kamar. Dan kehadirannya ‘memaksa’ saya untuk memanfaatkan senjata yang hanya dimiliki oleh seorang muslim: doa. Allaahumma shoyyiban naafi’an. Ya Allah, semoga hujan ini membawa kesuburan dan kemanfaatan J


Surabaya, 11.01.2015 | @dyahokta_via