'Anomali Budaya Ramadhan'

Sebagai seorang anak rumahan yang jarang banget kemana-mana, saya baru tau rasanya takjil pas kuliah. Tau rasanya buka di masjid selain malam Nuzulul Qur'an juga pas kuliah. Tau rasanya beli minuman yang dijual di jalanan pas ngabuburit juga waktu kuliah. Pokoknya banyak hal baru yang saya rasakan waktu kuliah. Bersyukur banget bisa kuliah di luar kota. Jadi gak terlalu kampungan gitu :P
Di masjid dekat rumah (iya masjid bukan musholla), gak pernah ada yang namanya takjil. Mungkin di kota yang berjarak sekitar 10 km dari rumah ada budaya berburu takjil. Sayang sekali, mulai dari kecil sampai hampir lulus kuliah begini belum ada budaya itu di lingkungan rumah. Bukan karena tidak ada yang mau mengantarkan makanan ke masjid, tapi hanya waktunya aja yang berbeda.
Budaya yang berlaku disini adalah budaya mengantarkan makanan saat tarawih dan tadarrus, tapi tadarrusnya hanya waktu malam hari dan ikhwan only. Karena ekonomi masyarakat disini menengah kebawah, maka tidak setiap hari ada yang mengantarkan makanan. Kadang banyak karena beberapa orang ngirimnya barengan, kadang gak ada sama sekali. Untuk menyiasatinya, dibuatlah jadwal pengiriman makanan untuk tarawih dan tadarrus. Setiap warga yang rumahnya dekat dengan masjid atau orang tua dari anak yang mengaji di masjid ini diberitau kapan mereka harus mengirim makanan tersebut. Untuk tarawih biasanya hanya berupa makanan ringan, misal krupuk atau kue-kue kecil. Kalau tadarrus biasanya makanan berat, nasi, bubur, dan semacamnya.
Sebenarnya disini juga ada budaya buka puasa di masjid, tetapi hanya pada hari Nuzulul Qur'an yaitu tanggal 17 Ramadhan yang juga sengaja ditepatkan dengan khatamnya tadarrus Al Qur'an. Selain hari itu, kami berbuka di rumah bersama keluaga masing-masing.
Selain dua 'anomali' budaya di atas, ada satu lagi budaya disini yang berbeda dengan kebanyakan daerah lain. Pada waktu menjelang berbuka, saat banyak orang sedang ngabuburit, pinggiran jalan ramai oleh penjual takjil atau buka puasa. Disini? Adem ayem. Bakso, mie ayam, mie goreng dkk memang masih buka. Tapi, tidak ada kios dadakan penjual takjil atau buka puasa disini. Situasi aman terkendali wkwkw
Tiap daerah punya budaya Ramadhan-nya masing-masing. Jangankan beda negara, beda wilayah meski masih satu provinsi aja budaya bisa berbeda 180 derajat. Beda tidak selalu berarti lawan. Dengan perbedaan, semakin berwarna dunia kita, dan tentu menjadikannya semakin indah :)

Probolinggo
26 Ramadhan 1435 H 

0 komentar:

Posting Komentar

Kolom dibawah ini cukup kan untuk menampung kata-kata inspirasimu? ^_^