Ikan dalam Akuarium: Perlunya Keterbatasan


Assalamualaikum J
Hari ini, Sabtu yang sibuk bagi mahasiswa “baru” 2012, saya ingin berbagi tentang sebuah cerita yang menarik. Tentunya ada pelajaran berharga juga didalamnya.
Sebenarnya cerita ini sudah daya dapat sejak lama. Yah sekitar dua minggu yang lalu lah. Meep yaa baru transfer sekarang. Huhu :D
Begini ceritanya...
Ada dua orang lelaki dewasa yang berjanji akan bertemu di rumah salah seorang diantara mereka jam 07.00 waktu setempat. Karena rumah yang akan dijadikan tempat untuk bertemu adalah rumah lelaki yang terkenal tepat waktu—yang kemudian kita panggil dia dengan nama Fulan A—maka, lelaki yang akan pergi ke rumah Fulan A—yang kemudian kita beri nama Fulan B—datang lebih cepat dari waktu yang ditentukan.
Sesampainya di rumah Fulan A, ternyata Fulan B tidak diijinkan masuk oleh security yang bertugas di rumah Fulan A. Padahal, jam masih menunjukkan jam 06.45 waktu setempat, karena katanya Fulan B sudah terlambat. Akhirnya Fulan B memutuskan untuk menunggu saja.
Mungkin karena merasa kasihan, akhirnya Fulan B dipersilahkan masuk. Di dalam rumah, Fulan B melihat-lihat sebuah akuarium. Dan Fulan B bertanya tentang akuarium itu kepada Fulan A, sang pemilik akuarium sekaligus rumah.

http://www.extravaganzi.com

Fulan B : “Bapak suka ikan?”
Fulan A : “Iya.”
Fulan B : “Kok tega mengurung ikan di akuarium, Pak? Kan kasihan ikannya. Tidak bebas. Dia akan lebih bebas di habitatnya.”
Fulan A : “Itulah kesombongan manusia. Dia merasa sangat butuh kebebasan, sehingga tidak mau dibatasi. Belum tentu ikan itu akan lebih baik jika saya lepas di sungai, danau atau dimanapun. Bisa saja kan dia nanti menabrak batu dan mati.”
Fulan B : “Kalau tinggal disini, apa itu yang terbaik untuk ikan itu?”
Fulan A : “Belum tentu juga. Tapi, saya kan menjamin kehidupan ikan ini. Saya menjamin makanannya. Saya menjamin airnya akan selalu saya ganti secara berkala. Saya juga menjamin sirkulasi udara dalam air, dan sebagainya.”

Begitulah kira-kira akhir percakapan tersebut. Dapat nggak ibrahnya? J
Jika dikaitkan dengan kehidupan manusia, cerita diatas sangat erat kaitannya. Seringkali, manusia merasa sangat butuh kebebasan, sehingga ia tidak mau dibatasi. Ia tidak suka terhadap peraturan-peraturan yang dianggapnya menghambat kreativitasnya dan alasan-alasan yang lain. “Memang, kalau itu dibatasi, manusia akan lebih baik?”. Jawabannya, Iyaa! Karena sudah ada yang menjamin. Allah SWT telah menjamin rejeki, jodoh, dan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia. Meski Allah SWT seakan membatasi manusia dalam berpakaian, dia menjamin itu tidak akan menghambat rezekinya, jodohnya dan lain-lainnya. Allah SWT yang menjamin dan seharusnya tidak ada keraguan pada-Nya.
Lagi pula, manusia memang butuh untuk dibatasi. Coba saja bayangkan jika penglihatan manusia tidak ada batasnya. Dia bisa melihat makhluk hidup yang ukurannya sekian milimikron. Apa hidupnya akan seindah sekarang? Jika pendengaran manusia tidak dibatasi, misal dia bisa mendengar bakteri yang sedang berbincang-bincang. Padahal, disekitar kita ada banyak sekali bakteri bertebaran disana sini, apa hidup manusia akan setenang sekarang? Itulah perlunya keterbatasan manusia.
Cerita yang sederhana ternyata memberikan pelajaran yang begitu berharga. Semoga kita bisa selalu bersyukur dan yakin semua yang ditentukan oleh Allah itu yang terbaik. Aamiin. J

Surabaya
29 Syafar 1434 H



0 komentar:

Posting Komentar

Kolom dibawah ini cukup kan untuk menampung kata-kata inspirasimu? ^_^