#Tokoh : Salim A Fillah “Bahagia Tanpa Pacaran”


Assalamualaikum :)
Pagi-pagi ke rumah sepupu cewek. Langsung menuju kamarnya dan membaca artikel di Majalah Karima tentang “ocehan” seorang penulis buku-buku best seller, Salim A Fillah. Salah satu tokoh favorit nih (meski belum punya bukunya sama sekali, tapi udah follow twitternya kok, hihi).
Dalam tulisannya ini, beliau cerita tentang cara beliau mendapatkan jodoh yang shalihah dan kriterianya. Uuummm...saya tulis persis seperti di majalah saja yaa ^_^.


anti mainstream :D 

Menikah dini, mengapa tidak? Hidup membujang zaman sekarang terlalu banyak godaan. Untuk menyelamatkan, sebaiknya segera menikah. Tentu saja harus menyiapkan segala sesuatunya. Materi dan lebih-lebih mental.
Sejak SMU saya sudah mempersiapkan diri untuk menikah dini. Antara lain dengan jualan buku, hingga kuliah di Jurusan Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Boleh dibilang saat itu saya sudah mandiri secara keuangan. Untuk mencukupi kebutuhan keluarga, dengan hidup sederhana, rasanya cukup. Ada posisi seperti itu, menikah bukan lagi sunnah, melainkan wajib.
Segera saya menguatkan tekad untuk menikah. Alhamdulillah, orangtua menyetujui, sekalipun kuliah belum kelar (semester empat). Orang tua berpesan, agar saya siap bertanggung jawab atas segala sesuatunya. Setelah orangtua merestui, niat saya makin mantab.
Tapi saya tak ingin pacaran. Langsung saja menikah. Pacaran tidak menjamin kebahagiaan. Ada yang bertahun-tahun pacaran, eh setelah menikah beberapa bulan hancur berantakan.
Saya datang ke ustadz, minta dicarikan jodoh. Maunya yang shalihah dan dapat menshalihkan saya. “Wah, berat itu,” kata beliau.
Tampaknya kriteria saya terlalu abstrak. Beliau minta lebih konkret lagi. Saya ingin Muslimah yang punya tiga halaqah dan solid. Mengapa tiga?
Buat saya, angka tiga itu punya arti tersendiri. Saya sendiri saat itu membina 3 kelompok halaqah.
8 Juli 2004 saya dipanggil ke rumah ustadz untuk berta'aruf dengan seorang gadis. Merasa cocok, empat hari kemudian saya datang lagi untuk menyiapkan lamaran. 18 Juli saya meminang, 20 Agustus 2004 saya melangsungkan pernikahan. Usia saya 20 tahun, sementara istri saya 22 tahun.
Delapan tahun sudah kami dipersatukan Allah. Selama itu kami mereguk kebahagiaan. Bahagia makin sempurna dengan kehadiran putri kami. Sungguh karunia tak terhingga.
Modal kami mengarungi bahtera rumah tangga sederhana. Sama-sama berprasangka baik, tidak membandingkan dengan orang lain, terus-menerus ta'aruf karena manusia itu setiap saat bisa berubah, dan ada komitmen yang dipegang bersama.
Tentu kami pernah diuji Allah. Terberat, saat istri merasa bersalah karena mengalami keguguran beberapa kali. Alhamdulillah, dengan tetap berpegang teguh pada tali Allah, kami bisa melewati ujian tersebut.

Alhamdulillah... kita doakan semoga keluarga beliau menjadi keluarga yang semakin sakinah dan kita cepat menyusul #loh :D.
Setelah rampung membaca artikel tersebut, saya bergegas meninggalkan kamar sepupu dengan beberapa bagian yang berantakan, membuka laptop, dan menulis. Karena saya selalu ingin membagi yang saya dapatkan kepada semuanya, yang kenal maupun yang belum. Semoga tulisan ini memberikan manfaat bagi penulis, pembaca dan yang belum baca. Aamiin :D *lalu bergegas pergi mandi*

Probolinggo
13 Syafar 1434 H

5 komentar:

kodok mengatakan...

Kamu mau nikah dini? Wew

Dyah Oktavia mengatakan...

Haha belum nerget sih sebenarnya :D
Apa kabar mas?

Unknown mengatakan...

kayaknya dyah sebentar lagi nikah nh?ehm...hehe

Dyah Oktavia mengatakan...

Nikah sebentar lagi? Ummm...yang terjadi insya Allah selalu yang terbaik :D

Zydny Rizki mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Posting Komentar

Kolom dibawah ini cukup kan untuk menampung kata-kata inspirasimu? ^_^